Lencana Facebook

12 Oktober 2010

Pengembangan Produk 2

Pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas yang dimulai dengan analisa persepsi dan peluang. Pengembangan produk merupakan aktivitas lintas disiplin yang membutuhkan kontribusi dari hampir semua fungsi yang ada di perusahaan, namun tiga fungsi yang selalu paling penting bagi proyek pengembangan produk (Cross, 1994) adalah

· Pemasaran

Fungsi pemasaran adalah menjembatani interaksi antara perusahaan dengan pelanggan. Peranan lainnya adalah memfasilitasi proses identifikasi peluang produk, pendefinisian segmen pasar, dan identifikasi kebutuhan pelanggan. Bagian pemasaran juga secara khusus merancang komunikasi antara perusahaan dengan pelanggan, menetapkan target harga dan merancang peluncuran serta promosi produk.

· Perancangan (desain)

Fungsi perancangan memegang peranan penting dalam mendefinisikan bentuk fisik produk agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Dalam konteks tersebut tugas bagian perancangan mencakup desain engineering (mekanik, elektrik, software, dan lain-lain) dan desain industri (estetika, ergonomics, user interface).

· Manufaktur

Fungsi manufaktur terutama bertanggung jawab untuk merancang dan mengoperasikan system produksi pada proses produksi produk. Fungsi ini melingkupi pembelian, instalasi, dan distribusi. Proses pengembangan produk (Ulrich-Eppinger, 2001) dalam suatu perusahaan umumnya melalui 6 tahapan proses, antara lain adalah :

1. Fase 0 : Perencanaan Produk

Kegiatan perencanaan sering dirujuk sebagai “zero fase” karena kegiatan ini mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan produk aktual.

2. Fase 1 : Pengembangan Konsep

Pada fase pengembangan konsep, kebutuhan pasar target diidentifikasi, alternatif konsep-konsep produk dibangkitkan dan dievaluasi, dan satu atau lebih konsep dipilih untuk pengembangan dan percobaan lebih jauh.

3. Fase 2 : Perancangan Tingkat Sistem

Fase perancangan tingkat sistem mencakup definisi arsitektur produk dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-komponen

4. Fase 3 : Perancangan Detail

Fase perancangan detail mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan toleransitoleransi dari seluruh komponen unik pada produk dan identifikasi seluruh komponen standar yang dibeli dari pemasok.

5. Fase 4 : Pengujian dan Perbaikan

Fase pengujian dan perbaikan melibatkan konstruksi dan evaluasi dari bermacam-macam versi produksi awal produk.

6. Fase 5 : Produksi Awal

Pada fase produksi awal, produk dibuat dengan menggunakan sistem produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal ini adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan permasalahan yang timbul pada proses produksi sesungguhnya. Peralihan dari produksi awal menjadi produksi sesungguhnya biasanya tahap demi tahap. Pada beberapa titik pada masa peralihan ini, produk diluncurkan dan mulai disediakan untuk didistribusikan



Pengembangan Konsep

Inti dari perencanaan desain adalah terletak pada pengembangan konsep. Crawford mengemukakan bahwa konsep desain adalah kombinasi antara lisan, tulisan, dan atau bentuk prototipe yang akan dilakukan perbaikan dan bagaimana pelanggan menunjukkan keuntungan/kerugiannya.

Tiga bagian penting yang ada untuk ide/perencanaan yang akan ditingkatkan dengan kondisi konsep (Crawford, 1994) adalah :

1. Bentuk

Hal ini merupakan bentuk fisik suatu produk itu sendiri, material penyusunnya, dan sebagainya.

2. Teknologi

Termasuk di dalamnya antara lain : prinsip, teknik, perlengkapan, mekanika, kebijakan, dan seterusnya yang dapat digunakan untuk menciptakan/mencapai produk yang dimaksud.

3. Keuntungan

Nilai keuntungan yang diharapkan pelanggan dari produk tersebut.

Proses pengembangan konsep (Ulrich-Eppinger, 2001) mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Identifikasi kebutuhan pelanggan

Sasaran kegiatan ini adalah untuk memahami kebutuhan konsumen dan mengkomunikasikannya secara efektif kepada tim pengembangan. Output dari langkah ini adalah sekumpulan pernyataan kebutuhan pelanggan yang tersusun rapi, diatur dalam daftar secara hierarki, dengan bobot-bobot kepentingan untuk tiap kebutuhan.

Tujuan metode identifikasi kebutuhan pelanggan adalah :

a. Meyakinkan bahwa produk telah difokuskan terhadap kebutuhan konsumen.

b. Mengidentifikasikan kebutuhan konsumen yang tersembunyi dan tidak terucapkan (latent needs) seperti halnya kebutuhan yang eksplisit.

c. Menjadi basis untuk menyusun spesifikasi produk.

d. Menjamin tidak adanya kebutuhan konsumen penting yang terlupakan.

e. Menanamkan pemahaman bersama mengenai kebutuhan konsumen diantara anggota tim pengembang.

2. Penetapan spesifikasi target

Spesifikasi merupakan terjemahan dari kebutuhan konsumen menjadi kebutuhan secara teknis. Output dari langkah ini adalah suatu daftar spesifikasi target. Proses pembuatan target spesifikasi terdiri dari 3 langkah :

a. Menyiapkan daftar metrik kebutuhan dengan tingkat kepentingan yang diturunkan dari tingkat kepentingan kebutuhan yang direfleksikannya.

b. Mengumpulkan informasi tentang pesaing dan mengkombinasikannya dengan tingkat kepuasan dari pelanggan produk pesaing..

c. Menetapkan nilai target ideal dan marginal yang dapat dicapai untuk tiap metrik.

3. Penyusunan konsep

Konsep produk adalah sebuah gambaran atau perkiraan mengenai teknologi, prinsip kerja, dan bentuk produk. Sasaran penyusunan konsep adalah menggali lebih jauh area konsepkonsep produk yang mungkin sesuai dengan kebutuhan konsumen. Konsep produk merupakan gambaran singkat bagaimana produk memuaskan kebutuhan konsumen.

Proses penyusunan konsep terdiri dari 4 langkah :

a. Pemaparan masalah dengan diagram fungsi

b. Pencarian eksternal

c. Pencarian internal

d. Penggalian secara sistematis dengan pohon klasifikasi dan tabel kombinasi.

4. Pemilihan konsep

Pemilihan konsep merupakan kegiatan dimana berbagai konsep dianalisis secara berturutturut, kemudian dieliminasi untuk mengidentifikasi konsep yang paling menjanjikan.

Pemilihan konsep terdiri atas dua tahap, yaitu :

a. Penyaringan konsep

Tujuan penyaringan konsep adalah mempersempit jumlah konsep secara cepat dan untuk memperbaiki konsep.

b. Penilaian konsep

Pada tahap ini, tim memberikan bobot kepentingan relatif untuk setiap kriteria seleksi dan memfokuskan pada hasil perbandingan yang lebih baik dengan penekanan pada setiap kriteria.

5. Pengujian konsep

Satu atau lebih konsep diuji untuk mengetahui apakah kebutuhan konsumen telah terpenuhi, memperkirakan potensi pasar dari produk, dan mengidentifikasi beberapa kelemahan yang harus diperbaiki selama proses pengembangan selanjutnya.

6. Penentuan spesifikasi akhir

Spesifikasi target yang telah ditentukan di awal proses ditinjau kembali setelah proses dipilih dan diuji. Pada tahap ini, tim harus konsisten dengan nilai-nilai besaran spesifik yang mencerminkan batasan-batasan pada konsep produk itu sendiri, batasan-batasan yang diidentifikasi melalui pemodelan secara teknis, serta pilihan antara biaya dan kinerja.

7. Perencanaan proyek

Pada kegiatan akhir pengembangan konsep ini, tim membuat suatu jadwal pengembangan secara rinci, menentukan strategi untuk meminimasi waktu pengembangan, dan mengidentifikasi sumber daya yang digunakan untuk menyelesaikan proyek.

8. Analisis ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk memastikan kelanjutan program pengembangan menyeluruh dan memecahkan tawar-menawar spesifik, misalnya antara biaya manufaktur dan biaya pengembangan. Analisis ekonomi merupakan salah satu kegiatan dalam tahap pengembangan.

9. Analisa produk-produk pesaing

Pemahaman mengenai produk pesaing adalah penting untuk penentuan posisi produk baru yang berhasil dan dapat menjadi sumber ide yang kaya untuk rancangan produk dan proses produksi. Analisis pesaing dilakukan untuk mendukung banyak kegiatan awal sampai akhir.

10. Pemodelan dan pembuatan prototipe

Setiap tahapan dalam proses pengembangan konsep melibatkan banyak bentuk model dan prototipe. Hal ini mencakup antara lain model pembuktian konsep yang akan membantu tim pengembangan dalam menunjukkan kelayakan model ‘hanya bentuk’ yang ditunjukkan kepada konsumen untuk mengevaluasi keergonomisan dan gaya, sedangkan model lembar kerja adalah untuk pilihan teknis.

Bentuk Pengembangan Produk

Macam bentuk pengembangan produk yang perlu dikembangkan oleh perusahaan ada 3 macam Menurut Prawiramidjaya (1994:94) yaitu:

a. Initial Development
Suatu usaha penggunaan barang sehingga mempunyai tingkat penggunaan yang lebih tinggi dari tingkat sebelumnya.
b. Improvement Development
Adalah setiap perubahan barang yang berakibat barang tersebut mampu memenuhi kebutuhan konsumen atau merupakan perubahan suatu barang pada wujud atau bentuk yang lebih disukai konsumen.
c. New Use Application
Adalah merupakan suatu penggunaan barang dengan cara meningkatkan guna barang tersebut. Penggunaan barang dalam bermacam-macam variasi adalah merupakan ciri dalam pengembangan produk.

Tahap-tahap dalam pengembangan Produk enurut Swastha (1997 : 184-186):
a. Tahap Penyaringan
Tahap Penyaringan dilakukan setelah berbagai macam ide tentang produk telah tersedia. Dalam tahap ini merupakan pemilihan sejumlah ide dari berbagai macam sumber. Adapun informasi atau ide berasal dari manager perusahaan, pesaing, para ahli termasuk konsultan, para penyalur, langganan, atau lembaga lain.
b. Tahap Analisa Bisnis
Pada tahap ini msing-masing ide dianalisa dari segi bisnis untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan ide tersebut dapat menghasilkan laba.
c. Tahap Pengembangan
Pada tahap ini, ide-ide yang telah dianalisa perlu dikembangkan karena ide-ide tersebut dianggap lebih menguntungkan. Pengembangan ini tentunya harus sesuai dengan kemampuan perusahaan.
d. Tahap Pengujian
Tahap pengujian merupakan kelanjutan dari tahap pengembangan, meliputi:
1. Pengujian tentang konsep produk
2. Pengujian terhadap kesukaan konsumen
3. Penelitian laboratorium
4. Test penggunaan
5. Operasi pabrik percontohan
6. Tahap Komersialisasi
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari rangkaian pengembangan produk baru. Pada tahap ini semua fasilitas telah disiapkan baik itu fasilitas produksi maupun fasilitas pemasaran. Semua kegiatan harus saling bekerja sama meskipun mempunyai tujuan berbeda.

Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan produk Menurut Swastha (1997 : 187):
1. Tidak stabilnya posisi persaingan
Dengan semakin banyaknya produk sejenis yang ditawarkan maka situasi persaingan semakin tajam, apalagi para pengusaha sejenis yang telah memperbaiki produk untuk lebih disesuaikan.
2. Munculnya persaingan
Suatu barang yang terjual dengan baik di pasaran dan dapat menghasilkan keuntungan, akan mendorong pengusaha lain untuk memproduksi barang yang sedang laku tersebut bahkan dengan kualitas yang lebih baik.
3. Banyaknya variasi penggunaan barang
Dengan makin banyaknya variasi penggunaan suatu produk maka hal ini akan mendorong perusahaan untuk mengembangkan hasil produksinya, sehingga produk tersebut akan mempunyai bermacam-macam kegunaan.
4. Pemanfaatan kapasitas produksi yang efektif
Faktor lain melaksanakan pengembangan produk adalah memanfaatkan kapasitas produksi, karena pada umumnya perusahaan belum berproduksi pada kapasitas penuh.

Menurut George (1993 : 11) faktor eksternal yang kemungkinan besar paling menghambat introduksi produk adalah meningkatnya biaya modal. Sudah jelas bahwa dana yang dikeluarkan untuk membiayai kegagalan adalah uang yang lebih baik dibelanjakan untuk mengembangkan dan memperkenalkan keberhasilan. Mengetahui penyebab kegagalan dapat membantu menyaring usaha yang akan gagal sebelum terlanjur mengeluarkan terlalu banyak dana dan waktu. Hal yang sangat bermanfaat untuk melihat bagaimana manajemen menilai beberapa alasan keberhasilan dan kegagalan dalam usaha mencapai sasaran produk baru. Seperti sudah dapat diperkirakan, alasannya adalah serupa, yaitu:
a. Riset pasar yang meramal ataupun tidak.
b. Penjadwalan waktu yang baik atau buruk.

Sedangkan menurut Kotler (1998 : 274) faktor-faktor yang turut dalam menghambat pengembangan produk baru adalah:
a. Kekurangan gagasan produk baru yang penting di area tertentu (mungkin hanya tersisa sedikit cara untuk memperbaiki beberapa produk dasar).
b. Pasar yang terbagi-bagi (persaingan ketat menyebabkan pasar terbagi-bagi).
Perusahaan harus mengarahkan produk baru mereka pada sekmen pasar yang lebih kecil, dan hal ini berarti penjualan dan laba yang lebih rendah untuk tiap produk.
c. Kendala sosial dan pemerintah (produk baru harus memenuhi kriteria seperti keamanan dan keseimbangan lingkungan).
d. Mahalnya proses pengembangan produk baru (suatu perusahaan umumnya harus menciptakan banyak gagasan produk baru untuk menemukan hanya satu yang layak dikembangkan).
e. Kekurangan modal (beberapa perusahaan dengan gagasan-gagasan baik tidak dapat mengumpulkan dana yang diperlukan untuk melakukan riset).
f. Waktu pengembangan yang lebih singkat (banyak pesaing mungkin mendapatkan gagasan yang sama pada saat yang sama, dan kemenangan sering diraih oleh yang paling gesit).
g. Siklus produk yang lebih singkat (ketika suatu produk baru berhasil, pesaing dengan cepat menirunya).

11 Oktober 2010

Jenis pariwisata

Jenis-jenis Pariwisata

Menurut Pendit (1994), pariwisata dapat dibedakan menurut motif wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat. Jenis-jenis pariwisata tersebut adalah sebagai berikut.




1. Wisata Budaya

Yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ketempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, budaya dan seni mereka. Seiring perjalanan serupa ini disatukan dengan kesempatan–kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan–kegiatan budaya, seperti eksposisi seni (seni tari, seni drama, seni musik, dan seni suara), atau kegiatan yang bermotif kesejarahan dan sebagainya.



2. Wisata Maritim atau Bahari

Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olah raga di air, lebih–lebih di danau, pantai, teluk, atau laut seperti memancing, berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompetisi berselancar, balapan mendayung, melihat–lihat taman laut dengan pemandangan indah di bawah permukaan air serta berbagai rekreasi perairan yang banyak dilakukan didaerah–daerah atau negara–negara maritim, di Laut Karibia, Hawaii, Tahiti, Fiji dan sebagainya. Di Indonesia banyak tempat dan daerah yang memiliki potensi wisata maritim ini, seperti misalnya Pulau–pulau Seribu di Teluk Jakarta, Danau Toba, pantai Pulau Bali dan pulau–pulau kecil disekitarnya, taman laut di Kepulauan Maluku dan sebagainya. Jenis ini disebut pula wisata tirta.



3. Wisata Cagar Alam (Taman Konservasi)

Untuk jenis wisata ini biasanya banyak diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha–usaha dengan jalan mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan daerah pegunungan dan sebagainya yang kelestariannya dilindungi oleh undang–undang. Wisata cagar alam ini banyak dilakukan oleh para penggemar dan pecinta alam dalam kaitannya dengan kegemaran memotret binatang atau marga satwa serta pepohonan kembang beraneka warna yang memang mendapat perlindungan dari pemerintah dan masyarakat. Wisata ini banyak dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam, kesegaran hawa udara di pegunungan, keajaiban hidup binatang dan marga satwa yang langka serta tumbuh–tumbuhan yang jarang terdapat di tempat–tempat lain. Di Bali wisata Cagar Alam yang telah berkembang seperti Taman Nasional Bali Barat dan Kebun Raya Eka Karya



4. Wisata Konvensi

Yang dekat dengan wisata jenis politik adalah apa yang dinamakan wisata konvensi. Berbagai negara pada dewasa ini membangun wisata konvensi ini dengan menyediakan fasilitas bangunan dengan ruangan–ruangan tempat bersidang bagi para peserta suatu konfrensi, musyawarah, konvensi atau pertemuan lainnya baik yang bersifat nasional maupun internasional. Jerman Barat misalnya memiliki Pusat Kongres Internasiona (International Convention Center) di Berlin, Philipina mempunyai PICC (Philippine International Convention Center) di Manila dan Indonesia mempunyai Balai Sidang Senayan di Jakarta untuk tempat penyelenggaraan sidang–sidang pertemuan besar dengan perlengkapan modern. Biro konvensi, baik yang ada di Berlin, Manila, atau Jakarta berusaha dengan keras untuk menarik organisasi atau badan–badan nasional maupun internasional untuk mengadakan persidangan mereka di pusat konvensi ini dengan menyediakan fasilitas akomodasi dan sarana pengangkutan dengan harga reduksi yang menarik serta menyajikan program–program atraksi yang menggiurkan.



5. Wisata Pertanian (Agrowisata)

Sebagai halnya wisata industri, wisata pertanian ini adalah pengorganisasian perjalanan yang dilakukan ke proyek–proyek pertanian, perkebunan, ladang pembibitan dan sebagainya dimana wisatawan rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi maupun melihat–lihat keliling sambil menikmati segarnya tanaman beraneka warna dan suburnya pembibitan berbagai jenis sayur–mayur dan palawija di sekitar perkebunan yang dikunjungi.





6. Wisata Buru

Jenis ini banyak dilakukan di negeri–negeri yang memang memiliki daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan digalakan oleh berbagai agen atau biro perjalanan. Wisata buru ini diatur dalam bentuk safari buru ke daerah atau hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah negara yang bersangkutan, seperti berbagai negeri di Afrika untuk berburu gajah, singa, ziraf, dan sebagainya. Di India, ada daerah–daerah yang memang disediakan untuk berburu macan, badak dan sebagainya, sedangkan di Indonesia, pemerintah membuka wisata buru untuk daerah Baluran di Jawa Timur dimana wisatawan boleh menembak banteng atau babi hutan.



7. Wisata Ziarah

Jenis wisata ini sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ziarah banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke tempat–tempat suci, ke makam–makam orang besar atau pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau gunung yang dianggap keramat, tempat pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai manusia ajaib penuh legenda. Wisata ziarah ini banyak dihubungkan dengan niat atau hasrat sang wisatawan untuk memperoleh restu, kekuatan batin, keteguhan iman dan tidak jarang pula untuk tujuan memperoleh berkah dan kekayaan melimpah. Dalam hubungan ini, orang–orang Khatolik misalnya melakukan wisata ziarah ini ke Istana Vatikan di Roma, orang–orang Islam ke tanah suci, orang–orang Budha ke tempat–tempat suci agama Budha di India, Nepal, Tibet dan sebagainya. Di Indonesia banyak tempat–tempat suci atau keramat yang dikunjungi oleh umat–umat beragama tertentu, misalnya seperti Candi Borobudur, Prambanan, Pura Basakih di Bali, Sendangsono di Jawa Tengah, makam Wali Songo, Gunung Kawi, makam Bung Karno di Blitar dan sebagainya. Banyak agen atau biro perjalanan menawarkan wisata ziarah ini pada waktu–waktu tertentu dengan fasilitas akomodasi dan sarana angkuatan yang diberi reduksi menarik ke tempat–tempat tersebut di atas.

Sesungguhnya daftar jenis–jenis wisata lain dapat saja ditambahkan di sini, tergantung kapada kondisi dan situasi perkembangan dunia kepariwisataan di suatu daerah atau negeri yang memang mendambakan industri pariwisatanya dapat meju berkembang. Pada hakekatnya semua ini tergantung kepada selera atau daya kreativitas para ahli profesional yang berkecimpung dalam bisnis industri pariwisata ini. Makin kreatif dan banyak gagasan–gagasan yang dimiliki oleh mereka yang mendedikasikan hidup mereka bagi perkembangan dunia kepariwisataan di dunia ini, makin bertambah pula bentuk dan jenis wisata yang dapat diciptakan bagi kemajuan industri ini, karena industri pariwisata pada hakikatnya kalau ditangani dengan kesungguhan hati mempunyai prospektif dan kemungkinan sangat luas, seluas cakrawala pemikiran manusia yang melahirkan gagasan–gagasan baru dari waktu–kewaktu. Termasuk gagasan–gagasan untuk menciptakan bentuk dan jenis wisata baru tentunya.

29 September 2010

Kualitas pelayanan dan kepuasan terhadap minat berkunjung kembali

http://etd.eprints.ums.ac.id/3702/2/F100040069.pdf

Budpar

http://www.budpar.go.id/filedata/5540_1705-PedomanPenilaianDTW2010.pdf

analisis minat berkunjung kembali

http://repository.usu.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/19701/Chapter%20I.pdf?sequence=5
http://repository.usu.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/19701/Chapter%20II.pdf?sequence=4
http://repository.usu.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/19701/Reference.pdf?sequence=2

22 September 2010

URL addres

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-ekosetiyaw-5249-3-bab2.pdf
http://etd.eprints.ums.ac.id/2971/1/B100040465.pdf
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH3526/65eba7f5.dir/doc.pdf
http://etd.eprints.ums.ac.id/3840/1/A210050110.pdf

Keunggulan BMT adalah:

BMT sebagai alternatif Bank-bank konvensional, memiliki keunggulan-keunggulan yang juga merupakan perbedaan dan perbandingan jika dengan perbankan konvensional. Disamping hal tersebut muncul juga kelemahan-kelemahan karena sebagai pemain baru dalam dunia lembaga keuangan.

Keunggulan BMT adalah:

1. BMT Islam memiliki dasar hukum operasional yakni Al Qur’an dan Al Hadist. Sehingga dalam operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar seperti diperintahkan oleh Allah SWT, juga nilai dasar seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW.

2. BMT Islam mendasarkan semua produk dan operasinya pada prinsip-prinsip efisiensi, keadilan, dan kebersamaan.

3. Adanya kesamaan ikatan emosional keagamaan yang kuat antara pemegang saham, pengelola, dan nasabah, sehingga dapat dikembangkan kebersamaan dalam menghadapi resiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil.

4. Adanya keterikatan secara religi, maka semua pihak yang terlibat dalam BMT Islam akan berusaha sebaik-baiknya sebagai pengalaman ajaran agamanya sehingga berapa pun hasil yang diperoleh diyakini membawa berkah.

5. Adanya fasilitas pembiayaan (Al Mudharabah dan Al Musyarakah) yang tidak membebani nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar biaya secara

42

tetap, hal ini memberikan kelonggaran physichologis yang diperlukan nasabah untuk dapat berusaha secara tenang dan bersungguh-sungguh.

6. Adanya fasilitas pembiayaan (Al Murabahah dan Al Ba’i Bitsaman Ajil) yang lebih mengutamakan kelayakan usaha dari pada jaminan (kolateral) sehingga siapa pun baik pengusaha ataupun bukan mempunyai jaminan kesempatan yang luas untuk berusaha.

7. Tersedia pembiayaan (Qardu Hasan) yang tidak membebani nasabah dengan biaya apapun, kecuali biaya yang dipergunakan sendiri:seperti bea materai, biaya notaris, dan sebagainya. Dana fasilitas ini diperoleh dari pengumpulan zakat, infak dan sadaqah, para amil zakat yang masih mengendap.

8. Dengan diterapkannya sistem bagi hasil sebagai pengganti bunga, maka tidak ada diskriminasi terhadap nasabah yang didasarkan atas kemampuan ekonominya sehingga akseptabilitas BMT Islam menjadi luas.

9. Dengan adanya sistem bagi hasil, maka untuk kesehatan BMT yang bisa diketahui dari naik turunnya jumlah bagi hasil yang diterima.

10. Dengan diterapkannya sistem bagi hasil, maka persaingan antar BMT Islam berlaku wajar yang diperuntukkan oleh keberhasilan dalam membina nasabah dengan profesionalisme dan pelayanan yang baik.

RASIO KEUANGAN BMT

Tercapainya tingkat kesehatan BMT minimal dipertahankan sampai periode pemeriksaan berikutnya dan peningkatan kesehatan pada periode seterusnya. Berikut rasio keuangan & standardnya berdasarkan SOP Pinbuk.

A. Aspek Likuiditas
Cash Ratio adalah perbandingan antara kas & bank dengan kewajiban jangka pendek (simpanan + simpanan berjangka dibawah 12 bulan). Jumlah rasio minimal sebesar 20% dengan rumus cash ratio = {(kas + bank)/Kewajiban jangka pendek} x 100%
Financing to Deposito Ratio (FDR) adalah rasio pembiayaan yang diberikan terhadap dana yang diterima (simpanan & simpanan berjangka). Rasio maksimal 90%, dengan rumus FDR = {pembiayaan/(simpanan + simpanan berjangka)} x 100%
Batas Maksimal Pemberian Pembiayaan (BMPP) adalah jumlah maksimal pembiayaan yang dapat diberikan kepada anggota sebesar maksimal 2% dari asset. Rumus BMPP = (pembiayaan per orang/total asset) x 100%
B. Aspek Rentabilitas
Rasio rentabilitas asset (ROA = Return On Asset) adalah perbandingan antara Sisa Hasil Usaha dengan total asset, atau jumlah keseluruhan kekayaan. Jumlah rasio minimal sebesar 1%. Rumusnya ROA = (SHU/total asset) x 100%
Rasio rentabilitas modal sendiri (ROE = Return On Equity) merupakan perbandingan antara SHU dengan jumlah modal sendiri (Simpanan Pokok, Simpanan Pokok Khusus atau Simpanan Wajib). Jumlah rasio minimal sebesar 10%. Rumusnya ROE = (SHU/jumlah modal) x 100%.
C. BOPO
Rasio BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional.
Jumlah rasio maksimal sebesar 90%. Rumusnya BOPO = (beban operasional/pendapatan
operasional) x 100%.

D. CAR
Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan perbandingan antara modal sendiri dengan aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR). Jumlah rasio minimal sebesar 15%. ATMR terdiri dari pos aktiva neraca dengan tingkat rasio ;
- Kas : 0%
- Simpanan di bank : 20%
- Simpanan di Kop/BMT lain : 50%
- Pembiayaan diberikan : 100%
- Inventaris : 70%
Rumus CAR = (Modal sendiri/ATMR) x 100%

2. Rasio Capital Aset Ratio (CAR) merupakan perbandingan antara total modal dengan
total asset. Jumlah rasio minimal 10%, dengan rumus CAR = (total modal/total asset) x
100%.

Menilai Tingkat Kesehatan BMT

Pendahuluan

BMT merupakan salah satu model lembaga keuangan syariah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul dan tenggelam di Indonesia. Sayangnya, gairah munculnya begitu banyak BMT di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan BMT untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan banyaknya BMT yang tenggelam dan bubar yang disebabkan oleh berbagai macam hal antara lain: manajemennya yang amburadul, pengelola yang tidak amanah dan profesional, tidak dipercaya masyarakat, kesulitan modal dll. Akibatnya, citra yang timbul di masyarakat sangat jelek. BMT identik dengan jelek, tidak dapat dipercaya, dan sebagainya.

Suatu BMT tetap harus memenuhi kriteria-kriteria layaknya sebuah bank syariah besar dengan beribu-ribu nasabahnya. Salah satu alasan yang sederhana adalah sebuah lembaga yang mengelola uang masyarakat, tentunya harus kredibel, dapat dipercaya oleh masyarakat. Siapapun pasti ingin dirinya diyakinkan bahwa uang yang dia simpan di suatu BMT aman dari resiko apapun dan setiap saat dapat mengambil uangnya kembali.

Tulisan berikut hanya menggambarkan sebagian kriteria-kriteria untuk menilai apakah suatu BMT mempunyai status baik atau tidak, namun dirasa cukup untuk dijadikan indikator.

Tingkat Kesehatan BMT

Tingkat kesehatan BMT merupakan suatu kondisi yang terlihat sebagai gambaran kinerja dan kualitas BMT, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor dan dapat mempengaruhi aktivitas BMT serta pencapaian target-target BMT, untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Penilaian tingkat kesehatan BMT sangat bermanfaaat untuk memberikan gambaran mengenai kondisi aktual BMT kepada pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi nasabah dan pengelola. selain itu, dengan mengetahui tingkat kesehatannya akan membantu pihak-pihak tertentu dalam pengambilan keputusan sehingga terhindar dari kesalahan pengambilan keputusan.

Beberapa faktor baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung tingkat kesehatan BMT, yaitu:
1. faktor SDM, kondisi BMT sangat dipengaruhi oleh kemampuan SDM dalam mengelola BMT
2. faktor sumber daya, termasuk didalamnya adalah dana dan fasilitas kerja

Dalam melakukan penilaian terhadap BMT terdapat 5 aspek yang menjadi acuan dasar penilaian. Dasar penilaian ini mengacu pada sistem penilaian kesehatan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) yang dikenal dengan istilah CAMEL (Capital adequacy, Asset quality, Management of risk, Earning ability, dan Liquidity sufficiency). Kelima aspek tersebut adalah modal, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.

Penilaian Aspek Manajemen BMT

Penilaian kuantitatif terhadap manajemen meliputi beberapa komponen, yaitu manajemen permodalan, kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas. Sedangkan perhitungan nilai kredit didasarkan pada hasil penilaian jawaban (jumlah nilai positif) dari pertanyaan mengenai manajemen BMT yang secara keseluruhan berjumlah 60 pertanyaan. Berikut pertanyaan-pertanyaan tersebut:

Permodalan
1. Memiliki ketentuan tertulis mengenai penetapan besarnya simpanan pokok, simpanan wajib, pemupukan modal dari cadangan laba serta tatacara pelaksanaannya (P/N)
2. Memiliki ketentuan mengenai perlakuan terhadap inventaris, investasi dan harta lembaga lainnya berkenaan dengan alokasi modal (P/N)
3. Memiliki ketentuan mengenai tingkat kelancaran pembiayaan (aturan kolektibilitas) (P/N)
4. Memiliki aturan tertulis mengenai Cadangan Penghapusan Piutang (CPP) (P/N)
5. Memiliki kebijakan untuk menyisihkan sebagian labanya untuk memperkuat permodalan (P/N)
6. Tingkat pertumbuhan laba ditahan sama atau lebih besar dari tingkat pertumbuhan asset (P/N)
7. Tingkat pertumbuhan modal BMT sama atau lebih besar dari tingkat pertumbuhan asset (P/N)
8. BMT memiliki aturan yang mengatur mengenai penghapusbukuan pinjaman yang macet (P/N)
9. BMT senantiasa memantau kondisi finansial yang berkaitan langsung dengan kecukupan modal BMT (P/N)
10. BMT memiliki aturan tertulis mengenai aturan modal hibah, modal penyertaan serta alokasinya (P/N)

Kualitas Asset
11. BMT memiliki kebijakan/aturan tertulis mengenai pinjaman kepada pihak internal (pengelola, pengurus, pemeriksa dan dewan syariah) (P/N)
12. BMT memiliki prosedur pembiayaan tertulis mulai dari proses permohonan, pencairan pinjaman, pengadministrasian dan pengawasannya (P/N)
13. BMT memiliki sistem dan prosedur tertulis mengenai penetapan penilaian dan pengikatan agunan (P/N)
14. BMT memiliki strategi tertentu yang tertulis dalam menangani pembiayaan bermasalah (P/N)
15. BMT senantiasa memantau konsistensi dan mematuhi penggunaan/prosedur pembiayaan (P/N)
16. BMT tidak melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) (P/N)
17. BMT tidak memperkenankan penetapan persyaratan yang lebih ringan untuk fasilitas pembiayaan kepada pihak internal (P/N)
18. Trend pinjaman bermasalah BMT membaik 6 bulan terakhir (P/N)
19. BMT mengadministrasikan agunan dengan baik dan aman (P/N)

Manajemen/Pengelolaan
20. Dalam pelaksanaannya BMT konsisten dengan sistem syariah (P/N)
21. BMT memiliki kebijaksanaan umum tertulis yang mencakup kegiatan utamanya (simpan pinjam) (P/N)
22. BMT memiliki rencana anggaran (proyeksi finansial) minimal untuk 1 tahun yang mencakup: penghimpunan dana masyarakat, target lending (pemberian pinjaman), pendanaan, pendapatan (P/N)
23. BMT memiliki perencanaan mengenai pengembangan/peningkatan kualitas SDM (P/N)
24. BMT senantiasa mengadakan perencanaan mingguan dan bulanan (P/N)
25. BMT senantiasa melakukan evaluasi terhadap capaian target dari perencanaan (P/N)
26. BMT secara reguler mengadakan rapat manajemen, operasional dan marketing (P/N)
27. BMT memiliki brankas untuk menyimpan uang dan jaminan (P/N)
28. BMT memiliki kantor yang terpisah dengan pihak lain (P/N)
29. Hasil seluruh rapat manajemen/operasional/marketing selalu dibuat notulen tertulis dan diadministrasikan dengan baik (P/N)
30. BMT memiliki struktur organisasi dan job description tertulis dan diketahui dan dilaksanakan oleh seluruh pengelola BMT (P/N)
31. BMT memiliki peraturan kekaryawanan (P/N)
32. BMT memiliki peraturan yang menjamin keamanan operasional BMT (P/N)
33. Frekuensi rapat pengurus minimal 1 kali dalam 1 bulan (P/N)
34. BMT memiliki jumlah pengelola yang purna waktu diatas 4 orang (P/N)
35. BMT memiliki sisdur simpan dan pinjam yang tertulis dan disahkan (P/N)
36. BMT memiliki kebijakan mengenai pengeluaran uang yang tertulis dan disahkan (P/N)
37. BMT memiliki sistem dan kebijakan akuntansi yang tertulis dan disahkan (P/N)
38. Gaji staff di BMT 1,5 kali UMR (P/N)
39. Gaji kepala bagian di BMT 2 kali UMR (P/N)
40. Gaji manajer di BMT 3 kali UMR (P/N)

Rentabilitas
41. BMT mempunyai kebijakan untuk membatasi/meniadakan pinjaman untuk usaha baru (P/N)
42. Dalam pemberian pinjaman BMT lebih mengutamakan kemampuan bayar daripada tersedianya agunan (P/N)
43. BMT menghindari pemberian pinjaman yang bersifat spekulatif/usaha yang belum dikuasai dan dipahami oleh BMT yang menghasilkan keuntungan tinggi tetapi beresiko tinggi (P/N)
44. Rencana kerja BMT memuat adanya upaya-upaya dalam mengusahakan sumber dana murah (P/N)
45. ROA (return on asset) BMT minimal 2,5 % atau cenderung meningkat dalam 6 bulan terakhir (P/N)
46. ROE (return on equity) BMT minimal 2,5 % atau cenderung meningkat dalam 6 bulan terakhir (P/N)
47. Tingkat pertumbuhan laba BMT sama atau lebih besar dari pertumbuhan asset (P/N)
48. Realisasi biaya operasional antara proyeksi anggaran dan realisasi anggaran tidak melebihi 15 % (P/N)
49. BMT memiliki ketentuan bahwa semua pengeluaran/biaya harus didukung dengan bukti-bukti yang valid (P/N)

Likuiditas
50. BMT memiliki kebijaksanaan tertulis yang menyangkut pengendalian likuiditas (P/N)
51. BMT memiliki kebijaksanaan/strategi khusus dalam mencari dan mempertahankan mitra- mitra funding potensial (P/N)
52. BMT merencanakan LDR dalam batas-batas yang sehat (P/N)
53. BMT memiliki asset yang likuid guna menjamin likuiditas (P/N)
54. BMT memiliki kredibilitas yang baik antar BMT sehingga memungkinkan sewaktu-waktu mendapat pinjaman dana guna menutupi kebutuhan likuiditasnya (P/N)
55. BMT pada umumnya dapat mempertahankan mitra pemilik dana yang relatif besar pada satu tahun terakhir (P/N)
56. BMT memiliki kebijakan dalam mengatur hubungan antara jumlah pinjaman yang akan diterima dari lembaga lain untuk menjaga likuiditasnya (P/N)
57. BMT memiliki kebijakan yang mengatur hubungan antara jumlah pinjaman yang diberikan dengan jumlah dana masyarakat (P/N)
58. Memiliki pedoman administrasi yang efektif untuk memantau kewajiban yang jatuh tempo (P/N)
59. Memiliki sistem informasi manajemen yang memadai untuk memantau keadaan likuiditas (P/N)

Kriteria Penilaian
Hitung jawaban-jawaban positif (P) anda, dan cocokkan dengan skala penilaian dibawah ini:
Kurang dari 20 (Sangat Kurang)
20 s/d < 30 (Kurang)
30 s/d < 40 (Lumayan)
40 s/d < 50 (Baik)
50 s/d 60 (sangat baik)

14 September 2010

analisis rasio camel dalam memprediksi kegagalan bank di Indonesia

http://eprints.undip.ac.id/10196/1/2004MM3326.pdf

camel

http://spicaalmilia.files.wordpress.com/2007/03/penelitian-camel.pdf
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 1
ANALISIS RASIO CAMELTERHADAP PREDIKSI KONDISI
BERMASALAH PADA LEMBAGA PERBANKAN
PERIODA 2000 – 2002
Luciana Spica Almilia, S.E., M.Si.
Winny Herdiningtyas, S.E.
STIE PERBANAS SURABAYA
Abstract
This research has a purpose to provide empirical evident about factors that affect
bankruptcy and financial distress of bank. The examined factors on this research are
CAMEL financial ratio.
The samples consist of 16 banks which had not bankrupt until 2000; 2 banks bankrupt,
and 6 banks which had financial distress. The statistic method used to test on the research
hypothesis is logit regression. The result show that CAMEL financial ratio had
classification power to predict bankruptcy and financial distress banks. This research also
indicate that CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM and BOPO ratios are statistically
different for bankrupt or financial distress banks and non bankrupt and non financial
distress bank, finally only CAR and BOPO is significant variables in determinant
bankruptcy and financial distress banks .
Keywords: financial distress, bankruptcy, CAMEL financial ratio, logit regression.
Abstraksi
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris tentang factor-faktor yang
mempengaruhi kondisi kebangkrutan dan kesulitan keuangan perusahaan. Faktor-faktor
yang diuji dalam penentuan kondisi kebangkrutan dan kesulitan keuangan perusahaan
adalah rasio CAMEL sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
Sampel penelitian terdiri dari dari 16 bank sehat, 2 bank yang mengalami
kebangkrutan dan 6 bank yang mengalami kondisi kesulitan keuangan. Metoda statistik
yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah regresi logistik. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan CAMEL memiliki daya klasifikasi atau
daya prediksi untuk kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan bank yang
mengalami kebangkrutan. Dalam penelitian ini juga memberikan bukti bahwa rasio CAR,
APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM dan BOPO secara statistik berbeda untuk kondisi bank
bangkrut dan mengalami kesulitan keuangan dengan bank yang tidak bangkrut dan tidak
mengalami kondisi kesulitan keuangan. Penelitian ini juga memberikan bukti empiris
bahwa hanya rasio keuangan CAR dan BOPO yang secara statistik signifikan untuk
memprediksi kondisi kebangkrutan dan kesulitan keuangan pada sector perbankan.
Kata Kunci: Kesulitan keuangan, Kebangkrutan, Rasio Keuangan CAMEL, regresi
logistik.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 2
LATAR BELAKANG MASALAH
Seiring dengan krisis multi dimensi yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997
yang dimulai dengan merosotnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat telah
menghancurkan sendi-sendi ekonomi termasuk pada sektor perbankan. Krisis moneter yang
terus menerus mengakibatkan krisis kepercayaan, akibatnya banyak bank dilanda penyakit
yang sama. Hal ini menyebabkan banyak bank yang lumpuh karena dihantam kredit macet.
Dalam Seminar Restrukturisasi Perbankan di Jakarta pada tahun 1998 disimpulkan
beberapa penyebab menurunnya kinerja bank, antara lain :
a. Semakin meningkatnya kredit bermasalah perbankan
b. Dampak likuidasi bank-bank 1 November 1997 yang mengakibatkan turunnya
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan pemerintah, sehingga memicu
penarikan dana secara besar-besaran.
c. Semakin turunnya permodalan bank-bank
d. Banyak bank-bank tidak mampu kewajibannya karena menurunnya nilai tukar
rupiah
e. Manajemen tidak profesional
Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator. Salah satu sumber utama
indikator yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan.
Berdasarkan laporan itu akan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan
dasar penilaian tingkat kesehatan bank. Analisis rasio keuangan memungkinkan
manajemen untuk mengidentifikasikan perubahan-perubahan pokok pada trend jumlah, dan
hubungan serta alasan perubahan tersebut. Hasil analisis laporan keuangan akan membantu
mengintepretasikan berbagai hubungan kunci serta kecenderungan yang dapat memberikan
dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan dimasa mendatang.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 3
Untuk menilai kinerja perusahaan perbankan umumnya digunakan lima aspek
penilaian, yaitu : 1) capital; 2) assets; 3) management; 4) earnings; 5) liquidity yang biasa
disebut CAMEL. Aspek-aspek tersebut menggunakan rasio keuangan. Hal ini menunjukan bahwa
rasio keuangan dapat digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank.. Secara empiris tingkat
kegagalan bisnis dan kebangkrutan bank dengan menggunakan rasio-rasio keuangan model
CAMEL dapat diuji sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu :
Thomson (1991) dalam Wilopo (2001) yang menguji manfaat rasio keuangan CAMEL
dalam memprediksi kegagalan bank di USA pada tahun 1980an dengan menggunakan alat
statistik regresi logit, Whalen dan Thomson (1988) dalam Wilopo (2001) menemukan
bahwa rasio keuangan CAMEL cukup akurat dalam menyusun rating bank, dan di
Indonesia Surifah (1999) menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi
kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL.
Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian kali ini, peneliti ingin mengetahui
bagaimana peranan rasio CAMEL dalam memprediksi kondisi bermasalah pada lembaga
perbankan perioda 2000-2002. Penelitian ini lebih terfokus untuk memprediksi kondisi
bermasalah pada lembaga perbankan. Maksud dari kondisi bermasalah tersebut adalah
bank-bank yang dinyatakan bangkrut atau telah ditutup oleh Bank Indonesia pada tahun 8
April 2004 (Peraturan Pemerintah RI No.25 tahun 1999 tentang pencabutan izin usaha,
pembubaran dan likuidasi bank), bank-bank yang menderita kerugian tiga tahun berturutturut
(Surifah,2002:34 tentang kriteria perusahaan yang divonis delisting), bank-bank yang
mengalami kerugian lebih dari 75% modal disetor (KUHD pasal 47 ayat 2 tentang kriteria
perusahaan yang diyatakan bubar).
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 4
KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi
perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi
perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Kebangkrutan sebagai
kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti (Muhammad Akhyar Adnan dan Eha
Kurniasih, 2000:137) : yaitu kegagalan ekonomi (Economic failure) dan kegagalan
keuangan (financial failure).
Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang
atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya
lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari
kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di
bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat
pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal
perusahaan.
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar
arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk : Insolvensi Teknis
dan Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis adalah Perusahaan dapat
dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.
Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal
memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva
lancar terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total
aktiva yang disyaratkan. Insolvensi juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi
pembayaran kembali pokok pada tanggal tertentu. Insolvensi dalam pengertian
kebangkrutan adalah kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 5
negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih
kecil dari kewajiban.
Kebangkrutan dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai suatu
keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi
kewajiban-kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan
ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan
ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan
laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman,
membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup
dengan laba atau aktiva yang dimiliki.
Kebangkrutan akan cepat terjadi di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi,
karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang
mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang
belum sakit pun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan
operasional akibat adanya krisis ekonomi tersebut. Proses kebangkrutan, tidak semata-mata
disebabkan oleh faktor ekonomi tetapi juga disebabkan oleh faktor yang lain yang sifatnya
non ekonomi.
Konsep dan Rasio CAMEL
Dalam kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia), edisi kedua tahun 1999: CAMEL
adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank, yang
mempengaruhi pula tingkat kesehatan bank, CAMEL merupakan tolok yang menjadi obyek
pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawas bank. CAMEL terdiri atas lima kriteria
yaitu modal, aktiva, manajemen, pendapatan dan likuiditas. Berdasarkan kamus Perbankan
(Institut Bankir Indonesia), edisi kedua tahun 1999, peringkat CAMEL dibawah 81
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 6
memperlihatkan kondisi keuangan yang lemah yang ditunjukan oleh neraca bank, seperti
rasio kredit tak lancar terhadap total aktiva yang meningkat, apabila hal tersebut tidak
diatasi akan mengganggu kelangsungan usaha bank, bank yang terdaftar pada pengawasan
dianggap sebagai bank bermasalah dan diperiksa lebih sering oleh pengawas bank jika
dibandingkan dengan bank yang tidak bermasalah. Bank dengan peringkat CAMEL diatas
81 adalah bank dengan pendapatan yang kuat dan aktiva tak lancar sedikit, peringkat
CAMEL tidak pernah diinformasikan secara luas.
Rasio CAMEL adalah menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan antara
suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. dengan analisis rasio dapat diperoleh
gambaran baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu bank.
Manfaat Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kebangkrutan
Machfoedz (1994) menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi laba perusahaan
dimasa yang akan datang. Rasio keuangan yang digunakan adalah cash flows/current
liabilities, net worth and total liabilities/fixed assets, gross profit/sales, operating
income/sales, net income/sales, quick assets/inventory, operating income/total liabilities,
net worth/sales, current liabilities/net worth, dan net worth/total liabilities. Ditemukan
bahwa rasio keuangan yang digunakan dalam model bermanfaat untuk memprediksi laba
satu tahun ke muka, namun tidak bermanfaat untuk memprediksi lebih dari satu tahun.
Penelitian berkaitan dengan prediksi kebangkrutan bank di Indonesia dilakukan oleh
Wilopo (2001). Penyampelan dalam penelitian ini dilakukan secara cluster yaitu 235 bank
pada akhir tahun 1996 dibagi menjadi 16 bank terlikuidasi dan 219 bank yang tidak
dilikuidasi, selanjutnya diambil 40% sebagai sampel estimasi, terdiri atas 7 bank
terlikuidasi dan 87 bank yang tidak dilikuidasi. Kemudian dari 215 bank pada akhir tahun
1997 yang terdiri atas 38 bank terlikuidasi dan 177 bank pada tahun 1999 yang tidak
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 7
dilikuidasi, diambil 40% sebagai sampel validasi yang terdiri atas 16 bank terlikuidasi dan
70 bank yang tidak dilikuidasi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk
memprediksikan kebangkrutan bank adalah rasio keuangan model CAMEL (13 rasio),
besaran (size) bank yang diukur dengan log. assets, dan variabel dummy (kredit lancar dan
manajemen). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat prediksi
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini tinggi (lebih dari 50% sebagai cutoff
value-nya). Tetapi jika dilihat dari tipe kesalahan yang terjadi tampak bahwa kekuatan
prediksi untuk bank yang dilikuidasi 0% karena dari sampel bank yang dilikuidasi,
semuanya diprediksikan tidak dilikuidasi. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak
mendukung hipotesis yang diajukan bahwa “rasio keuangan model CAMEL, besaran (size)
bank serta kepatuhan terhadap Bank Indonesia” dapat digunakan untuk memprediksikan
kegagalan bank di Indonesia. Simpulan ini diambil didasarkan atas tipe kesalahan yang
terjadi, khusus kasus di Indonesia ternyata rasio CAMEL serta variabel-variabel
independen lain yang digunakan dalam penelitian ini belum dapat memprediksikan
kegagalan bank. Dengan demikian perlu eksplorasi lebih lanjut terhadap variabel lain di
luar rasio keuangan agar diperoleh model yang lebih tepat untuk memprediksikan
kegagalan bank.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Swandari (2002) berusaha untuk menganalisa
apakah tingginya perilaku risiko dari pemegang saham, kepemilikan institusi dan kinerja
mempengaruhi kebangkrutan bank. Sampel penelitian ini terdiri dari bank yang
dikategorikan fail dan bank yang sehat yang terdiri atas 25 bank yang dikategorikan fail
dan 35 bank yang sehat atau survive. Dalam penelitian ini variabel kinerja diproksikan
dengan NITA (laba bersih / total aktiva) dan FUTL (laba operasi / total kewajiban), selain
itu dalam penelitian ini juga memasukkan variabel kontrol yaitu size perusahaan dan
jumlah modal. Diprediksikan bahwa perilaku risiko berpengaruh positif terhadap
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 8
kebangkrutan bank, sedangkan porsi kepemilikan institusi dan kinerja berpengaruh negatif
terhadap kebangkrutan bank. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
1. Variabel perilaku resiko memiliki tanda sesuai dengan prediksi namun secara statistik
tidak signifikan atau dapat dikatakan hipotesis yang dinyatakan dalam penelitian ini
ditolak. Hasil ini sejalan dengan teori agency cost of debt yang menyatakan bahwa
perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan menyebabkan manajer atau pemilik
bank berperilaku lebih beresiko atas beban debtholder atau para deposan. Dengan kata
lain, pemilik akan berupaya meningkatkan nilai opsi call dari saham yang mereka
miliki.
2. Variabel proksi kepemilikan institusi juga memiliki tanda sesuai prediksi namun secara
statistik tidak signifikan atau dapat dikatakan hipotesis yang dinyatakan dalam
penelitian ini ditolak..
3. Sedangkan dua variabel kinerja yang digunakan yaitu NITA dan FUTL, keduanya
memberikan dukungan terhadap hipotesis yang dinyatakan dalam penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Haryati (2002) berusaha untuk menganalisa: (1) apakah
terdapat perbedaan bermakna kinerja keuangan yang diukur dari rasio cadangan
penghapusan kredit terhadap kredit, ROA, efisiensi dan LDR antar bank kelompok kategori
A, B dan C, dan (2) apakah rasio keuangan tersebut mempunyai pengaruh yang bermakna
terhadap kemungkinan kebangkrutan bank-bank kategori A, B dan C. Hasil dari penelitian
ini adalah empat rasio keuangan yang digunakan ternyata rasio ROA, Efisiensi dan LDR
mempunyai perbedaan yang signifikan di antara bank-bank dalam kategori A, B dan C.
Adapun rasio Cadangan Penghapusan Kredit terhadap Kredit tidak mempunyai perbedaan
bermakna mengingat pengukuran rasio ini untuk menilai kualitas asset dari bank kurang
tepat (tidak sesuai dengan pengukuran sebagaimana telah ditentukan oleh Bank Indonesia).
Penggunaan rasio keuangan yang mempunyai perbedaan signifikan dalam model logistic
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 9
regression untuk menguji prediksi kebangkrutan bank-bank dalam kategori bangkrut
adalah akurat yang ditunjukkan dengan tingkat kemaknaan 0,00%. Dari ketiga rasio ROA,
Efisiensi dan LDR hanya rasio ROA yang mempunyai pengaruh bermakna terhadap
kemungkinan kebangkrutan bank.
Etty M. Nasser dan Titik Aryati (2000) menyimpulkan bahwa dengan uji univariate
ada dua jenis rasio yang signifikan yang membedakan bank sehat dan bank gagal yaitu
rasio EATAR dan OPM. Untuk rasio keuangan yang dominan mempengaruhi kegagalan
dan keberhasilan bank adalah EATAR dan PBTA melalui analisis Stepwise Statistic, dan
dengan analisis Casewise Statistic dapat diketahui tingkat keberhasilan keseluruhan dari
fungsi diskriminan dan untuk peramalan empat tahun sebelum bangkrut adalah 67,6 %.
Penelitian ini menggunakan bank go public sebagai sampel. Variabel bebas yang
digunakan adalah beberapa rasio-rasio keuangan model CAMEL yaitu CAR1, CAR2, ETA,
RORA, ALR, NPM, OPM, ROA, ROE, BOPO, PBTA, EATAR, dan LDR. Sedangkan
yang menjadi variabel terikat adalah Financial Distress dengan dua alternatif yaitu bank
sehat dan bank gagal.
Secara empiris tingkat kegagalan bisnis dan kebangkrutan bank dengan menggunakan
rasio-rasio keuangan model CAMEL dapat dibuktikan sebagaimana yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti yaitu : Thomson (1991) dalam Wilopo (2001) yang menguji manfaat
rasio keuangan CAMEL dalam memprediksi kegagalan bank di USA pada tahun 1980an
dengan menggunakan alat statistik regresi logit, Whalen dan Thomson (1988) dalam
Wilopo (2001) menemukan bahwa rasio keuangan CAMEL cukup akurat dalam menyusun
rating bank, dan di Indonesia Surifah (1999) menguji manfaat rasio keuangan dalam
memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL. Berdasarkan
analisis dan temuan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian dinyatakan sebagai
berikut:
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 10
H1: Rasio keuangan CAMEL (CAR, ATTM, APB, NPL, PPAP terhadap Aktiva
Produktif, Pemenuhan PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO, LDR) memiliki
perbedaan yang signifikan antara bank-bank bermasalah dan tidak
bermasalah perioda 2000-2002.
H2: Rasio keuangan CAMEL (CAR, ATTM, APB, NPL, PPAP terhadap Aktiva
Produktif, Pemenuhan PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO, LDR) dapat
digunakan untuk memprediksi kondisi bermasalah bank-bank umum swasta
nasional di Indonesia perioda 2000-2002.
METODA PENELITIAN
Data Penelitian
Data yang digunakan adalah data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala
numerik (angka). Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah
dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat
pengguna data. Data sekunder berupa laporan keuangan tahunan dari bank-bank umum
swasta nasional perioda 2000-2002 yang terdaftar di direktori Bank Indonesia.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini yaitu bank-bank umum swasta nasional yang terdaftar dalam
direktori Bank Indonesia. Dari populasi yang ada akan diambil sejumlah tertentu sebagai
anggota sampelnya yaitu bank umum swasta nasional yang terdaftar direktori Bank
Indonesia perioda 2000-2002, total aktiva yang dimiliki sebesar 100 juta – 37 milyar
Rupiah per 31 Desember 2000, bank yang dijadikan sampel terbagi menjadi dua kelompok
yaitu bank bermasalah dan tidak bermasalah.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 11
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah metoda purposive sampling,
yaitu sampel ditarik sejumlah tertentu dari populasi emiten dengan menggunakan
pertimbangan atau kriteria tertentu (Sugiyono, 1999). Kriteria pemilihan sampel yang akan
diteliti sebagai berikut :
1. Bank-bank umum swasta nasional yang mempublikasikan laporan keuangan pada
tahun 2000-2002.
2. Total aktiva yang dimiliki bank-bank tersebut sebesar 100 juta - 37 milyar per 31
Desember 2000
3. Bank yang dijadikan sampel terbagi menjadi dua atau kategori yaitu:
a. Bank tidak bermasalah, yaitu:
i) Bank-bank yang tidak masuk program penyehatan perbankan dan tidak
dalam pengawasan khusus. Bank-bank tersebut masih beroperasi sampai
31 Desember 2004.
ii) Bank-bank tersebut tidak mengalami kerugian pada tahun 2000-2003
b. Bank bermasalah, yaitu:
i) Bank-bank yang dinyatakan bangkrut atau telah ditutup oleh Bank
Indonesia pada tahun 8 April 2004. (Peraturan Pemerintah RI No.25
tahun 1999 tentang pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi
bank).
ii) Bank-bank yang menderita kerugian minimal tiga tahun berturut-turut
yaitu 2000-2003 (Surifah,2002:34 tentang kriteria perusahaan divonis
delisting).
iii) Bank-bank yang mengalami kerugian lebih dari 75% modal disetor pada
tahun 2000-2003 (KUHD pasal 47 ayat 2).
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 12
Jumlah sampel akhir yang terpilih sebanyak 24 bank umum swasta nasional yang
terdaftar di direktori Bank Indonesia dalam kurun waktu 2000 – 2002 yang terdiri dari 16
bank kondisi tidak bermasalah dan 8 bank kondisi bermasalah. Berdasarkan kriteria
tersebut maka 24 bank yang terpilih sebagai sampel yang disajikan pada Lampiran 1.
Definisi Variabel
1. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kondisi bermasalah
suatu bank yang merupakan variabel kategori, 0 untuk perusahaan tidak bermasalah
dan untuk bank bermasalah.
2. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio keuangan
CAMEL yaitu:
a. CAR (Capital Adequancy Ratio) CAR adalah rasio yang memperlihatkan
seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit,
penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal
sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank.
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
CAR =
Total ATMR
Modal Bank
x 100%
b. Rasio Aktiva Tetap terhadap Modal (ATTM). Rasio ini mengukur kemampuan
manajemen bank dalam menentukan besarnya aktiva tetap dan inventaris yang
dimiliki bank yang bersangkutan terhadap modal. Semakin tinggi rasio ini
artinya modal yang dimiliki bank kurang mencukupi dalam menunjang aktiva
tetap dan inventaris sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah akan semakin besar. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
ATTM =
Modal
Aktiva Tetap dan Inventaris
x 100%
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 13
c. Rasio Aktiva Produktif Bermasalah (APB). Rasio ini untuk menunjukkan
kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktif bermasalah
terhadap total aktiva produktif. Semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk
kualitas aktiva produktif yang menyebabkan PPAP yang tersedia semakin besar
maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar.
Aktiva produktif bermasalah adalah aktiva produtif dengan kualitas kurang
lancar, diragukan dan macet. Rasio ini dapat dirumuskan sebagi berikut (SE BI
No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001) :
APB =
Total aktiva produktif
Aktiva produktif bermasalah
x 100%
d. NPL (Non Performing Loan). Rasio ini menunjukan bahwa kemampuan
manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank.
Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk kualitas
kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit
dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk
kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas
kurang lancar, diragukan dan macet. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai
berikut (SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001) :
NPL =
Total kredit
Kredit bermasalah
x 100%
e. Rasio PPAPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva
Produktif). Rasio PPAP menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam
menjaga kualitas aktiva produktif sehingga jumlah PPAP dapat dikelola dengan
baik. Semakin besar PPAP maka semakin buruk aktiva produktif bank yang
bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 14
semakin besar. Cakupan komponen aktiva produktif dan PPAP yang telah
dibentuk sesuai dengan ketentuan Kualitas Aktiva Produktif yang berlaku.
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember
2001):
PPAP terhadap Aktiva Produktif =
Total aktiva produktif
PPAP yang telah dibentuk
x 100%
f. Rasio pemenuhan PPAP. Rasio ini menunjukkan kemampuan manajemen bank
dalam menentukan besarnya PPAP yang telah dibentuk terhadap PPAP yang
wajib dibentuk. Semakin besar rasio ini maka kemungkinan bank dalam
kondisi bermasalah semakin kecil karena semakin besar PPAP yang telah
dibentuk dari PPAP yang wajib dibentuk. Penghitungan PPAP yang wajib
dibentuk sesuai dengan ketentuan Kualitas Aktiva Produktif yang berlaku.
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember
2001) :
Pemenuhan PPAP =
PPAP wajib dibentuk
PPAP yang telah dibentuk
x 100%
g. ROA (Return on Assets). Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang
dihasilkan dari rata-rata total aset bank yang bersangkutan. Semakin besar
ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba
sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum pajak.
Sedangkan rata-rata total asset adalah rata-rata volume usaha atau aktiva. Rasio
ini dirumuskan sebagai berikut (SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001) :
ROA =
Rata - rata total asset
Laba sebelum pajak
x 100%
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 15
h. ROE (Return on Equity). Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja
manajemen bank dalam mengelolah modal yang tersedia untuk menghasilkan
laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan
yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah semakin kecil. Laba setelah pajak adalah laba bersih dari kegiatan
operasional setelah dikurangi pajak sedangkan rata-rata total ekuitas adalah
rata-rata modal inti yang dimiliki bank, perhitungan modal inti dilakukan
berdasarkan ketentuan kewajiban modal minimum yang berlaku. Rasio ini
dirumuskan sebagi berikut (SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001):
ROE =
Rata - rata ekuitas
Laba setelah pajak
x 100%
i. NIM (Net Interest Margin). Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan
pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan
bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya
pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rasio ini
dirumuskan sebagai berikut (SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001) :
NIM =
Aktiva produktif
Pendapatan Bunga bersih
x 100%
j. BOPO (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional). Rasio
yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan
operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional
yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Biaya operasional dihitung
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 16
berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional
lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan
bunga dan total pendapatan operasional lainnya. Rasio ini dirumuskan sebagai
berikut (SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001) :
BOPO =
Pendapatan Operasional
Biaya Operasional
x 100%
k. LDR (Loan to Deposit Ratio). Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas
suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank
terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya
kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu
bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan
tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga
adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito. Rasio ini dapat
dirumuskan sebagi berikut (SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001) :
LDR =
Total dana pihak ketiga
Total kredit
x 100%
Teknik Analisis dan Model Analisis
Pengujian Hipotesis I
Analisis awal dilakukan sebelum pengujian hipotesis 1 adalah analisis normalitas data.
Dalam analisis ini digunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan tingkat signifikansi yang
digunakan = 5%, jika P value > 5% maka data dianggap normal. Uji ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui jenis alat analisis yang digunakan untuk melakukan uji
beda (non parametrik atau parametrik). Jika data tidak normal maka digunakan uji beda
non parametrik dengan menggunakan Mann Whitney U sebaliknya jika data normal
digunakan Independen T-test (Ghozali dan Castellan, 2002). Uji beda dilakukan untuk
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 17
mengetahui rasio CAMEL yang dapat membedakan bank bermasalah dan bank tidak
bermasalah.
Pengujian Hipotesis II
Pengujian hipotesis 2 digunakan untuk menentukan pengaruh dari masing-masing variabel
bebas (Rasio CAMEL menurut Bank Indonesia) terhadap prediksi kondisi bermasalah
bank-bank umum swasta nasional di Indonesia perioda 2000-2002. Karena variabel
terikatnya memiliki dua alternatif maka digunakan model Regression Logistic (Ghozali,
2002). Adapun formulasinya adalah sebagai berikut:
Y = a + b(CAR) + c(ATTM) + d(APB) + e(NPL) + f(PPAPAP) + g(PemPPAP) + h(ROA)
+ i(ROE) + j(NIM) + k(BOPO) + l(LDR) + e ….....(12)
PENGUJIAN EMPIRIS DAN HASIL
Hasil Hipotesis I
Berdasarkan uji One Sample Kolmogorov Smirnov test, yaitu uji yang dilakukan untuk
mengetahui alat uji analisis yang digunakan untuk melakukan uji beda (parametrik atau non
parametrik). Untuk sampel penelitian yang berdistribusi normal, alat uji yang digunakan
adalah uji beda parametrik Independen Sample T-test dengan P value lebih besar dari 0.05
sedangkan untuk sampel penelitian yang berdistribusi tidak normal, alat uji yang digunakan
adalah uji beda non parametrik Mann Whitney U dengan P value lebih kecil dari 0.05.
Analisis normalitas data masing-masing rasio disajikan pada tabel 1.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 18
Tabel 1
UJI NORMALITAS DATA (ONE SAMPLE KOLMOGOROF SMIRNOV TEST)
Rasio Signifikans
i
Keterangan
CAR (Bank Tidak Bermasalah)
CAR (Bank Bermasalah)
0.216
0.098
Normal
Normal
ATTM(Bank Tidak Bermasalah)
ATTM (Bank Bermasalah)
0.293
0.756
Normal
Normal
APB (Bank Tidak Bermasalah)
APB (Bank Bermasalah)
0.068
0.661
Normal
Normal
NPL (Bank Tidak Bermasalah)
NPL (Bank Bermasalah)
0.002
0.662
Tidak Normal
Normal
PPAPAP (Bank Tidak Bermasalah)
PPAPAP (Bank Bermasalah)
0.059
0.641
Normal
Normal
P_ PPAP (Bank Tidak Bermasalah)
P_ PPAP (Bank Bermasalah)
0.000
0.199
Tidak Normal
Normal
ROA (Bank Tidak Bermasalah)
ROA (Bank Bermasalah)
0.074
0.016
Normal
Tidak Normal
ROE (Bank Tidak Bermasalah)
ROE (Bank Bermasalah)
0.371
0.009
Normal
Tidak Normal
NIM (Bank Tidak Bermasalah)
NIM (Bank Bermasalah)
0.051
0932
Normal
Normal
BOPO (Bank Tidak Bermasalah)
BOPO (Bank Bermasalah)
0.485
0.759
Normal
Normal
LDR (Bank Tidak Bermasalah)
LDR (Bank Bermasalah)
0.587
0.941
Normal
Normal
Sumber Data: Output SPSS, diolah
Berdasarkan tabel 1 rasio NPL, Pemenuhan PPAP, ROA, ROE dikatakan tidak normal
karena dalam salah satu kategorinya karena memiliki P value lebih kecil dari 0.05. Untuk
rasio CAR, ATTM, APB, PPAPAP, NIM, BOPO, LDR berdistribusi normal karena
memiliki P value lebih besar dari 0.05.
Langkah selanjutnya adalah melakukan uji beda. Uji beda dilakukan untuk mengetahui
apakah rasio keuangan CAMEL (CAR, ATTM, APB, NPL, PPAP terhadap Aktiva
Produktif, Pemenuhan PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO, LDR) memiliki perbedaan yang
signifikan antara bank-bank bermasalah dan tidak bermasalah perioda 2000-2002. Pada
penelitian ini uji beda dilakukan dengan menggunakan alat uji Independen Sample T-test
untuk data yang berdistribusi normal sedangkan untuk data yang berdistribusi tidak normal
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 19
menggunakan alat uji Mann Whitney U. Uji beda untuk data berdistribusi normal akan
disajikan pada tabel 4.5 dan untuk data berdistribusi tidak normal tabel 2.
Tabel 2
UJI BEDA INDEPENDEN SAMPLE T-TEST
Rasio Signifikansi Hipotesis Null
CAR 0.000 Ditolak
ATTM 0.873 Diterima
APB 0.005 Ditolak
PPAPAP 0.024 Ditolak
NIM 0.000 Ditolak
BOPO 0.000 Ditolak
LDR 0.059 Diterima
Sumber Data: Output SPSS, diolah
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui rasio CAR signifikansinya sebesar 0.000, APB
signifikansinya sebesar 0.005, PPAPAP signifikansi sebesar 0.024, NIM signifikansinya
sebesar 0.000, BOPO signifikansinya sebesar 0.000. Kelima rasio tersebut mempunyai P
value lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis null ditolak artinya
rasio CAR, APB, PPAPAP, NIM, BOPO memiliki perbedaan yang signifikan antara bank
bermasalah dan bank tidak bermasalah. Untuk rasio ATTM, LDR signifikansinya masingmasing
sebesar 0.873 dan 0.059. Rasio ATTM, dan LDR mempunyai P value lebih besar
dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa null diterima atau hipotesa alternatif
ditolak artinya rasio ATTM, LDR tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara bank
bermasalah dan bank tidak bermasalah.
Tabel 3
UJI BEDA MANN WHITNEY U
Rasio Signifikansi
Hipotesis Null
NPL 0.000 Ditolak
Pemenuhan PPAP 0.059 Diterima
ROA 0.000 Ditolak
ROE 0.272 Diterima
Sumber Data: Output SPSS, diolah
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 20
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui NPL signifikansinya sebesar 0.000, ROA
signifikansinya sebesar 0.000. Kedua rasio tersebut mempunyai P value lebih kecil dari
0.05, maka dapat disimpulkan untuk data yang berdistribusi tidak normal, hipotesa null
ditolak atau hipotesa alternatif diterima artinya rasio NPL, ROA memiliki perbedaan yang
signifikan antara bank bermasalah dan bank tidak bermasalah. Untuk rasio Pemenuhan
PPAP signifikansinya sebesar 0.059, ROE signifikansinya sebesar 0.272. Kedua rasio
tersebut mempunyai P value lebih besar dari 0.05, maka dapat disimpulkan untuk data yang
berdistribusi tidak normal, hipotesa null diterima atau hipotesa alternatif ditolak artinya
rasio Pemenuhan PPAP, ROE tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara bank
bermasalah dan bank tidak bermasalah.
Penelitian kali ini konsisten dengan penelitian Wilopo (2001) dan Sri Haryati (2002)
yaitu rasio ROA dan BOPO yang digunakan pada penelitian terdahulu dan sekarang adalah
mempunyai perbedaan yang signifikan artinya rata-rata ROA selama perioda penelitian
adalah lebih besar rata-rata ROA bank tidak bermasalah sedangkan rata-rata BOPO selama
perioda penelitian adalah lebih besar rata-rata BOPO bank bermasalah.
Pengujian Hipotesis II
Uji pengaruh dilakukan untuk mengetahui apakah rasio keuangan CAMEL (CAR, APB,
NPL, PPAP terhadap Aktiva Produktif, ROA, NIM, BOPO) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah bank-bank umum swasta nasional di
Indonesia perioda 2000-2002. Karena variabel bebas memiliki dua alternatif yaitu
bermasalah dan tidak bermasalah maka model yang digunakan adalah Regression Logistic
dengan persamaan sebagai berikut :
Y = KDS = a + b(CAR) + c(APB) + d(NPL) + e(PPAPAP) + f(ROA) + g(NIM) +
h(BOPO) + e
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 21
Tabel 4
MENILAI MODEL FIT
- 2LL Blok Number 0 91.65 8
- 2LL Blok Number - 2LL Blok Number 1 26.054
Cox & Snell R Square Cox & Snell R Square 0.598
Nagelkerke R Square Nagelkerke R Square 0.830
Homer and Lemeshow Chi-Square 1.631
Test Sig. 0.990
Sumber Data: Output SPSS, diolah
Untuk menilai model fit adalah berdasarkan pada fungsi Likelihood. Likelihood L dari
model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesakan menggambarkan data input.
Untuk pengujian L ditransformasikan menjadi –2LogL. Statistik –2LogL pada awal (block
number = 0) dengan angka –2LogL pada block number = 1 dapat juga digunakan untuk
menetukan jika variabel bebas ditambahkan pada model apakah secara signifikan
memperbaiki model fit, apabila terjadi penurunan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
model tersebut menunjukan model regresi yang baik. Dari tabel 4 di atas menunjukan nilai
–2LogL Block Number = 0 adalah 91.658 kemudian terjadi penurunan nilai –2LogL Block
Number = 1 menjadi 26.054, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model tersebut
menunjukan model regresi yang baik. Jika dilihat dari nilai Cox & Snell R Square sebesar
0.598 dan Nagelkerke R Square sebesar 0.830 dapat menggambarkan bahwa variabel
terikat yang dapat dijelaskan oleh variabelitas variabel bebas sebesar 83.0 persen,
sedangkan 17.0 persen sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Homer and Lemeshow’s
Goodness of fit Test menguji bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model,
sehingga model dapat dikatakan fit. Dasar pengambilan keputusan tersebut jika nilai
probabilitas Hosmer & Lemeshow Test lebih besar dari tingkat signifikan 0.05 persen.
Nilai statistik Hosmer & Lemeshow Test sebesar 1.631 dengan tingkat probabilitas
signifikansi sebesar 0.990, yang berarti jauh di atas 0.05 sehingga model regresi ini layak
digunakan.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 22
Tabel 5
KOEFISIEN REGRESI LOGISTIK DAN TINGKAT SIGNIFIKANSI RASIO
CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM, BOPO
Variabel B Signifikansi Hipotesis Null
CAR -0.341 0.027 Ditolak
APB -1.078 0.078 Diterima
NPL 0.663 0.088 Diterima
PPAPAP 0.694 0.494 Diterima
ROA -0.324 0.703 Diterima
NIM -0.125 0.818 Diterima
BOPO 0.329 0.018 Ditolak
Sumber Data: Output SPSS, diolah
Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui bahwa rasio CAR mempunyai pengaruh
negatif artinya semakin rendah rasio ini maka semakin besar kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah. Pengaruh rasio CAR terhadap kondisi bermasalah adalah
signifikan karena tingkat signifikansi di bawah 0.05 yaitu sebesar 0.027. Rasio APB, NPL,
PPAPAP, ROA, dan NIM tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kondisi
bermasalah suatu bank. Rasio BOPO mempunyai pengaruh positif artinya semakin tinggi
rasio ini maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar.
Pengaruhnya terhadap kondisi bermasalah adalah signifikan karena tingkat signifikansinya
dibawah 0.05 yaitu sebesar 0.019.
Berdasarkan tes keakuratan pengelompokan bank bermasalah dan tidak bermasalah
dalam tabel 6 yang menyatakan pada kolom merupakan dua nilai prediksi dari variabel
terikat yaitu kondisi bank, dalam hal ini bank bermasalah (1) dan bank tidak bermasalah
(0). Pada model yang sempurna, maka semua kasus akan berada pada diagonal dengan
tingkat ketepatan peramalan 100%. Hasilnya menunjukan pada kolom, prediksi bank yang
bermasalah ada 24 bank-bank bermasalah (8 bank pada setiap tahun 2000, 2001, 2002)
sedangkan pada baris, hasil observasi sesungguhnya yang bermasalah hanya 20 bank dan 4
sisanya tidak bermasalah. Jadi ketepatan model ini untuk bank yang bermasalah adalah
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 23
20/24 atau 83.3%. prediksi bank yang bermasalah ada 48 bank-bank tidak bermasalah (16
bank pada setiap tahun 2000, 2001, 2002 sedangkan pada baris, hasil observasi
sesungguhnya yang tidak bermasalah 47 bank dan 1 sisanya bermasalah. Jadi ketepatan
model ini untuk bank yang tidak bermasalah adalah 47/48 atau 97.9%. Untuk tingkat
akurasi keseluruhan sebesar 93.1% sebagaimana dapat dilihat pada tebel 6.
Tabel 6
PREDIKSI KONDISI BERMASALAH BANK TAHUN 2000 – 2002
Prediksi
Bank
Tidak
Bermasalah
Bermasalah
Tingkat
Akurasi
(%)
Bank Tidak Bermasalah
Bank Bermasalah
Tingkat Akurasi Keseluruhan (%)
47
4
1
20
97.9
83.3
93.1
Sumber Data: Output SPSS, diolah
Penelitian kali ini tidak konsisten dengan penelitian Wilopo karena pada penelitiannya
menjelaskan bahwa ketepatan prediksi kebangkrutannya dari sampel estimasi dan validasi
menghasilkan 0% yang artinya dari bank kategori bangkrut tidak satupun yang diprediksi
bangkrut, jadi rasio CAMEL kurang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan.
Sedangkan pada penelitian kali ini menjelaskan ketepatan prediksi kondisi bermasalah
menghasilkan 83.3% selain itu prediksi kondisi bermasalah tiap-tiap tahunnya menunjukan
angka yang cukup meyakinkan yaitu 79.22% tahun 2000, 79.96% tahun 2001, 88.83%, jadi
rasio CAMEL dapat digunakan untuk memprediksi kondisi bermasalah.
SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN
Simpulan
Dari 11 rasio keuangan CAMEL menurut Bank Indonesia sesuai dengan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 yaitu CAR, ATTM, APB,
NPL, PPAP terhadap Aktiva Produktif, Pemenuhan PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO,
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 24
LDR, rasio yang memiliki perbedaan yang signifikan antara bank-bank kategori bermasalah
dan tidak bermasalah perioda 2000 – 2002 adalah CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM,
BOPO.
Penggunaan alat analisis regresi logistik ini untuk memprediksi konsisten bermasalah
kategori bank bermasalah dan tidak bermasalah adalah correct yang ditunjukan dengan
0.05 persen. Rasio CAR mempunyai pengaruh signifikan terhadap kondisi bermasalah dan
pengaruhnya negatif artinya semakin rendah rasio CAR, kemungkinan bank dalam kondisi
bermasalah semakin besar. Rasio APB mempunyai pengaruh yang tidak signifikan
terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya negatif artinya semakin rendah rasio ini,
kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Rasio NPL mempunyai
pengaruh tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya positif artinya
semakin tinggi rasio ini, kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
PPAPAP mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah dan
pengaruhnya positif artinya semakin tinggi rasio PPAPAP kemungkinan bank dalam
kondisi bermasalah semakin kecil. ROA mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap
kondisi bermasalah dan pengaruhnya negatif artinya semakin rendah rasio ROA
kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. NIM mempunyai pengaruh
tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya negatif artinya semakin
rendah rasio NIM maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
BOPO mempunyai pengaruh signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya
positif artinya semakin tinggi rasio BOPO maka kemungkinan bank dalam kondisi
bermasalah semakin besar. Hasil pengujian hipotesis II adalah Rasio keuangan CAMEL
(CAR, BOPO) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah
bank-bank umum swasta nasional di Indonesia perioda 2000-2002.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 25
Keterbatasan Penelitian dan Saran bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain :
1. Aspek lain menurut Bank Indonesia sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 yaitu kepatuhan (Compliance) yang
terdiri dari Persentase Pelanggaran BMPK, Persentase Pelampauan BMPK, GWM
Rupiah, dan PDN belum dipergunakan sehingga seluruh aspek yang bersumber pada
Bank Indonesia belum lengkap.
2. Beberapa dari rasio keuangan yang tercantum pada direktori Bank Indonesia tidak
sesuai dengan perhitungan rasio keuangan yang dihitung berdasarkan akun-akunnya
atau rumus dari teori yang ada, hal ini menyatakan bahwa laporan keuangan yang
telah diaudit ternyata tidak sesuai dengan rumus dan akun-akun pada laporan
keuangan tersebut.
Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan diatas, maka saran-saran yang diajukan
adalah :
1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melengkapi kekurangan-kekurangan atas
keterbatasan yang ada pada penelitian kali ini khususnya nomor 1 dan 2.
2. Untuk mendapatkan hasil yang lebih berkembang maka sebaiknya peneliti
selanjutnya dapat membedakan antara bank yang go public dan bank yang belum go
public karena kemungkinan status bank dapat berpengaruh pada hasil penelitian.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 26
REFERENSI:
Bank Indonesia. 2001. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14
Desember 2001 (http://www.BI.go.id, diakses 24 Juni 2005)
Etty M. Nasser, Titik Aryati. 2000. “Model Analisis CAMEL Untuk Memprediksi
Financial Distress Pada Sektor Perbankan Yang Go Public.” Jurnal Auditing dan
Akuntansi Indonesia. Volume 4. No.2 Desember. Jakarta.
Fifi Swandari. 2002. “Pengaruh Perilaku Resiko, Kepemilikan Institusi dan Kinerja
terhadap Kebangkrutan Bank Umum di Indonesia”. Simposium Nasional
Keuangan In Memorian Prof. Dr. Bambang Riyanto. Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Iman Ghozali, N.John Castellan. 2002. Statistik Non Parametrik. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.
Iman Ghozali. 2002. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Institut Bankir Indonesia. 1999. Kamus Perbankan Indonesia. Jilid Dua.
Machfoedz, M. 1994. “The Usefulness of Financial Ratio in Indonesia”. Jurnal KELOLA.
September: 94-110.
Muhammad Akhyar Adnan, Eha Kurniasih. 2000. “Analisis Tingkat kesehatan Perusahaan
Untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan Dengan Pendekatan Altman”. Jurnal
Auditing dan Akuntansi Indonesia. Volume 4. No.2 Desember. Yogyakarta
Sinungan Muchdarsyah. 1994. Strategi Manajemen Bank Menghadapi Tahun 2000.
Cetakan Pertama. Penerbit PT Rineka Cipta. Jakarta
Sri Haryati. 2002. “Analisis Kebangkrutan Bank”. Bunga Rampai Kajian Teori Keuangan
In Memorian Prof. Dr. Bambang Riyanto. Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta.
Sugiyono. 1999. Metoda Penelitian Bisnis. Penerbit CV Alvabeta. Jakarta
Surifah. 2002 “Studi Tentang Rasio Keuangan Sebagai Alat Prediksi Kebangkrutan
Perusahaan Publik Di Indonesia Pada Masa Krisis Ekonomi”. Kajian Bisnis STIE
Widya Wiwaha. No. 27. Yogyakarta.
Undang-Undang BI. 1999. tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. Penerbit CV
Eko Jaya
Undang-Undang RI No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Penerbit PT Sinar Grafita.
Wilopo. 2001. “Prediksi Kebangkrutan Bank”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol 4,
No. 2, Mei 2001: 184-198.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember 2005
ISSN 1411 - 0288
Halaman 27
LAMPIRAN 1.
DAFTAR BANK YANG DIJADIKAN SAMPEL
NO NAMA BANK KONDISI BANK
1. Arta Niaga Kencana Bank Tidak Bermasalah
2. Bumi Arta Bank Tidak Bermasalah
3. Bumi Putera Bank Tidak Bermasalah
4. Danpac Bank Tidak Bermasalah
5. Ekonomi Raharja Bank Tidak Bermasalah
6. Eksekutif Internasional Bank Tidak Bermasalah
7. Global Internasional Bank Tidak Bermasalah
8. Jasa Jakarta Bank Tidak Bermasalah
9. Maspion Indonesia Bank Tidak Bermasalah
10. Mestika Darma Bank Tidak Bermasalah
11. Mega Bank Tidak Bermasalah
12. NISP Bank Tidak Bermasalah
13. Nusantara Parahyangan Bank Tidak Bermasalah
14. Pan Indonesia Bank Tidak Bermasalah
15. Syariah Mandiri Bank Tidak Bermasalah
16. Yudha Bakti Bank Tidak Bermasalah
1. Asiatic Bank Bermasalah karena bangkrut
2. Bank Dagang Bali Bank Bermasalah karena bangkrut
3. Century Bank Bermasalah karena mengalami
kerugian minimal tiga tahun berturut-turut
dan kerugian lebih dari 75% modal disetor
4. Ganesa Bank Bermasalah karena mengalami
kerugian minimal tiga tahun berturut-turut
dan kerugian lebih dari 75% modal disetor
5. Internasional Indonesia Bank Bermasalah karena mengalami
kerugian minimal tiga tahun berturut-turut
dan kerugian lebih dari 75% modal disetor
6. Lippo Bank Bermasalah karena mengalami
kerugian minimal tiga tahun berturut-turut
dan kerugian lebih dari 75% modal disetor
7. Ina Perdana Bank Bermasalah karena mengalami
kerugian minimal tiga tahun berturut-turut
dan kerugian lebih dari 75% modal disetor
8. Permata Bank Bermasalah karena mengalami
kerugian minimal tiga tahun berturut-turut
dan kerugian lebih dari 75% modal disetor
Sumber data, diolah

07 Juni 2010

Tugas Strategi Penjualan

Strategi Penjualan
Pendahuluan
Apa yang menjadi target utama dari seorang salesman ? Tentu penjualan, bukan? Sebagai seorang salesman, kinerja Anda yang utama diukur dari pencapaian target penjualan. Karena target penjuan tersebut, salesman sering melakukan cara-cara yang membabi buta, artinya mencapai target tanpa memperhatikan etika atau dengan cara yang kasar, yang penting adalah pencapaian target yang tinggi. Penjualan juga sering dilakukan dengan memaksa calon pelanggan, memberikan penjelasan yang tidak lengkap kepada calon pelanggan sehingga salesman sering terkesan menipu di mata calon pelanggan.
Tentu saja cara tersebut tidak dibenarkan karena berdampak buruk dalam jangka panjang, baik bagi perusahaan maupun bagi salesman tersebut.
Biasanya dalam setiap industri selalu terdapat selling formula yang sudah menjadi sebuah motor penggerak agar selalu aktif mencari calon-calon pembeli baru. Contohnya, dalam industri properti, seorang agen properti selalu diberi rumusan “30:1”. Hal ini berarti 30 orang yang mengunjungi sebuah rumah, maka satu orang dipastikan akan membeli rumah tersebut. Bilangan yang tradisional dalam industri asuransi jiwa adalah “10:3:1”. Ini berarti bahwa jika Anda bertemu 10 orang, maka 3 orang akan tertarik untuk mendengarkan presentasi secara rinci, dan satu orang bakal membeli dari Anda. Dalam industri tele-selling, bilangannya adalah 293-149-83-10. Artinya, jika Anda menghubungi 293 nomor, maka Anda akan berbicara kepada 149 orang (sisanya nomor yang salah, tidak dapat menjawab panggilan telepon Anda), 83 orang bakal tertarik (sisanya tidak!), dan 10 orang akan membeli dari Anda. Jadi, setiap industri sudah punya bilangan “standar” masing-masing. Anda harus mengetahui bilangan-bilangan tersebut sedemikian rupa supaya tidak merasa depresi dan bisa menghadapi penolakan dengan harapan, bukan keputusasaan.
Strategi penjualan yang baik selalu mengajarkan bahwa dapat menghadapi 9 penolakan dengan RASA OPTIMIS, PENUH HARAPAN dan KEGEMBIRAAN sebab tahu bahwa dalam setiap penolakan, maka bergerak menuju SATU LANGKAH LAGI yang semakin dekat pelanggan yang akan berkata “Ya” . Maka sekarang tidak akan menghadapi penolakan secara negatif, tetapi menganggapnya sebagai proses yang harus lalui dalam rangka mendapatkan pelanggan yang ke-10. Jika mendapatkan sebuah kata “Ya” sebelum mencapai pelanggan yang ke-10, maka hal tersebut bisa dianggap sebagai bonus!
Oleh karena itu, jika adalah seorang agen asuransi, maka secara sederhana hanya perlu mengadakan pertemuan dengan 10 prospek. Jika 7 dari mereka menolak, maka motivasi tidak akan berkurang sebab tahu bahwa hal itu adalah bilangan “standar”. akan memahami hal ini sebagai hal normal yang harus hadapi. akan terus mencari 3 orang yang tertarik dengan produk . Kemudian dari 3 orang tersebut, jika 2 orang menolak atau mengatakan bahwa nanti mereka akan membeli, maka—sekali lagi— tidak akan patah semangat sebab itulah “standar”-nya. Pada kenyataannya, sangat SENANG sebab tahu bahwa prospek ke-3 bisa dipastikan akan berkata “Ya”!
Di sisi lain, jika mengetahui “standar” industri asuransi jiwa, maka akan berpikir realistis dengan menyadari bahwa kesempatan untuk mendapatkan “Ya” adalah tipis hanya dengan menemui 5 orang prospek. sebab industri ini membutuhkan 10 pertemuan, di mana dari 3 orang yang tertarik, SATU di antaranya akan berkata “Ya”. Masalahnya, banyak agen asuransi jiwa yang tidak menyadari “standar industri” mereka atau sudah lupa tentang itu. Hasilnya, mereka kerap mengalami depresi dan patah semangat ketika menemukan lima prospek yang menolak. Kemudian, mereka pun berhenti mencari tambahan prospek. ng sekali! Mereka tidak sadar bahwa mereka hanya perlu mencari 5 prospek lagi dan menghadapi 3 penolakan, dan kemudian mereka sudah berada didalam perjalanan menuju ke SATU PENJUALAN polis asuransi jiwa! Di mana satu penjualan itu bisa saja bernilai Rp200.000.000 dalam satu tahun premi pertama!
Jika adalah seorang agen properti yang sedang mencoba menjual sebuah rumah, maka bilangan “standar” untuk menutup penjualan adalah 30:1, lantas yang harus lakukan adalah berusaha mengundang 30 untuk datang dan melihat rumah yang jual tadi. Dari 30 orang ini, tahu bahwa 29 orang tidak akan tertarik dan satu orang akan tertarik untuk membeli rumah itu. Hal tersebut akan membantu untuk mendapatkan “keberanian” dalam menghadapi 29 kali penolakan dengan 1 “Ya!” dan satu tersebut bisa jadi bernilai Rp2 miliar! Luar biasa! Tidak terlalu buruk, bukan? Tetapi jika tidak menyadari “standar” industri dalam bisnis ini, kemudian hanya mengundang 15 orang untuk datang dan melihat rumah itu. maka kesempatan untuk mendapatkan seorang real buyer sangatlah tipis!
Pembahasan
Yang dimaksud dengan strategi penjualan adalah memindahkan posisi pelanggan ke tahap pembelian (dalam proses pengambilan keputusan) melalui penjualan tatap muka.

Tujuan Penjualan
Umumnya tujuan penjualan dinyatakan dalam volume penjualan. Tujuan ini dapat dipecah berdasarkan penentuan apakah volume penjualan yang ingin dicapai itu berdasarkan per wilayah operasi atau per salesperson di dalam suatu wilayah operasi. Tujuan operasi juga biasanya dinyatakan dalam target gross margin, tingkat pengeluaran maksimum, atau pencapaian tujuan tertentu seperti merebut pelanggan pesaing.
Menjual atau memperoleh penjualan tidaklah sekedar menjual, tidak sekedar memperoleh transaksi. Jika tahu caranya, maka tidak hanya penjualan yang diperoleh, namun berdampak pada relationship jangka panjang dengan pelanggan. Oleh karena itu seorang salesman harus tahu cara, strategi , atau proses penjualan yang benar, sistematis, dan terorganisir.
Masalah-masalah yang harus diatasi dalam strategi penjualan adalah :
o Apakah penekanan diutamakan pada mempertahankan pelanggan saat ini atau menambah pelanggan yang ada.
o Keputusan tersebut ditentukan oleh lamanya wiraniaga berurusan dengan pelanggan, pertumbuhan status industri, kekuatan dan kelemahan perusahaan, kekuatan pesaing, dan tujuan pemasaran (khususnys dalam menambah pelanggan).
o Meningkatkan produktivitas wiraniaga. Pemanfaatan biaya tinggi (untuk meningkatkan motivasi), kemajuan teknologi (telemarketing, teleconferencing, cybermarketing, dan penjualan terkomputerisasi), dan teknik penjualan inovatif (seperti prensentasi dengan video) banyak menguntungkan pemasar dalam hal memproduktifkan sumber-sumber armada penjualnya.
o Siapa yang harus dihubungi bila berurusan dengan pelanggan organisasi. Hal ini menjadi masalah karena eksekutif yang berbeda dari pelanggan organisasi memiliki pengaruh masingmasing pada setiap tahap pada proses pembelian (consideration, acceptance, selection, dan evaluation).
Untuk mengatasinya, penyusun strategi penjualan perlu mengetahui dan menentukan kapan dan siapa yang harus berhubungan dengan pelanggan organisasi, serta menganalisis situasi untuk menentukan siapa orang kunci yang harus dihubungi di pelanggan organisasi.
Besarnya armada penjual yang efektif. Ada dua metode yang digunakan untuk menentukannya, yaitu :
Jumlah wiraniaga harus ditambah jika laba penjualan dari wiraniaga baru itu lebih besar atau sama dengan pengeluaran untuk salespeople yang bersangkutan.
Banyaknya wiraniaga harus ditentukan berdasarkan beban kerja. Metode kontak wiraniaga dengan pembeli :
• Penjual individual dengan pembeli individual,
• Penjual individual dengan kelompok pembeli
• Tim penjual dengan kelompok pembeli,
• Conference selling,
• Seminar selling.
Jenis penjual yang digunakan :
• Company salesforce, yaitu karyawan penuh atau karyawan paruh waktu (part-time) yang digaji perusahaan.
• Contractual salesforce, yaitu organisasi atau individu yang dibayar berdasarkan transaksi penjualan yang dilakukannya, misalnya sales agent, broker. Industrial agent, dan lain-lain.
Struktur armada penjual :
o Territorial-structured salesforce, yaitu setiap wiraniaga yang ditugaskan di wilayah-wilayah tersendiri yang eksklusif dan menjual semua lini produk perusahaan.
o Product-structured salesforce, yaitu setiap wiraniaga yang masing-masing membawahi satu lini produk perusahaan.
o Market-structured salesforce, yaitu setiap wiraniaga dispesialisasikan berdasarkan lini pelanggan atau industri.
o Complex-structured salesforce, yaitu menggabungkan ketiga jenis struktur armada penjual di atas.
Sebelum menentukan strategi penjualan maka harus mengimajinasikan terlebih dahulu penjuan dan pembeli. Kenapa harus berimajinasi dahulu untuk menjadi keduanya? Disini antara si penjual dan si pembeli mempunyai perbedaan yang mendasar dan keterkaitan yang sangat erat. Si penjual menginginkan banyak pengunjung yang berdatangan dan barang dagannya laris manis, sedangkan si pembeli menginginkan kepuasan dalam membeli dan mendapatkan produk berkualitas dan tanpa merasa ditipu sedikit pun. Dengan memahami imajinasi diatas, maka dapat mengambil sebuah kesimpulan untuk menentukan strategi yang ampuh untuk mendongkrak penjualan.
Secara umum strategi penjualan pada prinsipnya mengikuti suatu proses yang terencana atau pentahapan-pentahapan yang terorganisir. Strategi tersebut pada umumnya melalui proses berikut yaitu mengetahui masalah yang dihadapi atau situasi yang dihadapi oleh pelanggan, dan baru memberikan solusi atau menawarkan produk atau jasa yang cocok dengan situasi yang dihadapi pelanggan.
Dalam konsep SPIN Selling yang dikemukakan oleh Neil Rachman – pendiri dan CEO Huthwaire Amerika Serikat, prose situ meliputi mengenali situasi (Situation), mengenali masalah yang dihadapi pelanggan (Problem), mencari jawaban atasa masalah yang dihdapai tersebut (Implications), dan selanjutnya nilai atau manfaat yang dapat diberikan kepada pelanggan (Need-payoff).

Untuk mengetahui situasi yang dihadapi pelanggan, salesman harus secara kreatif menemukan cara-cara atau pertanyaan-pertanyaan yang mestinya diajukan kepada pelanggan sehingga salesman dapat memahami konteks dengan baik ketika melakukan proses penjualan.
Agar dapat memahami masalah yang dihadapi pelanggan, seorang salesman harus secara kreatif juga dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan masalah-masalah yang dihadapi pelanggan. Pertanyaan ini diajukan agar seorang salesman dapat memahami dengan baik ketidakpuasan pelanggan terhadap system yang ada.
Selanjutnya, adalah pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan implikasi dari mempertahankan system yang ada terhadap kinerja perusahaan. Seorang salesman diharapkan dapat memiliki pemahaman yang cukup baik mengenai proses dan dengan demikian akan memahami implikasinya terhadap kinerja pelanggan dan akhirnya pelanggan menyadari bahwa permasalahan yang dihadapai oleh pelanggan cukup serius dan perlu solusi baru.
Tahap yang terakhir adalah pertanyaan yang diajukan terkait dengan solusi yang dapat ditawarkan kepada pelanggan.
Berikut ini adalah strategi ampuh untuk mendongkrak :
1. Benahi masalah intern produk anda
Hal ini yang sering terlupa sama pemilik produk. mereka hanya buat lalu di jual. Padahal seharusnya sebuah produk harus diimbangi dengan update. Untuk membuat produk lebih bagus dan berkualitas dan yang paling menentukan penjualan kedepannya adalah penentuan harga produk. Jangan sampai orang berfikir anda menipu karena produk yang anda jual harganya dikira terlalu mahal karena tidak sesuai dengan isi produk dan kualitas yang ada, sehingga dalam menentukan harga produk harus sesuai dengan produk itu sendiri.
2. Bangun kredibilitas
Biasanya orang akan membeli produk karena melihat kredibilitas produk dan juga keahlian produsennya. Sehingga orang tidak akan segan-segan untuk membeli, karena benar-benar sudah percaya dengan produk tersebut. Dan untuk membangun kredibilitas ini, tidak semudah membalikkan tangan. Jadi produsen perlu kerja keras dan dedikasi yang tinggi untuk menjalankan niat tersebut..
3. Kadang Berfikirlah sebagai seorang pembeli
Hal ini yang sering terlupa. Produsen cuma memikirkan untung semata tanpa memikirkan keinginan pembeli. Sebaiknya, kadang sebagai produsen harus berfikir sebagai seorang pembeli. Karena dengan berfikir demikian seorang akan tahu apa yang sebenarnya yang konsumen inginkan tentang produk tersebut. Sehingga produsen dapat menentukan dengan mudah rencana kedepan.
4. Pembeli adalah raja
Pembeli adalah raja, itu kata pepatah. Jadi jika ada pengunjung yang datang maka perlakukan mereka sebaik baiknya, berikan service yang memuaskan. Sehingga orang akan mersa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Sehingga mereka juga tidak akan segan-segan untuk membeli produk yang ditawarkan. Dan yang paling penting adalah jangan memberikan info palsu kepada calon pembeli karena pembeli sangat tidak suka jika ada kebohongan dalam produk tersebut.
5. Promosi
Tanpa promosi semuanya akan sia-sia. Kunci dari strategi ampuh untuk meningkatkan penjualan versi siapapun adalah di bagian promosi. Yang lainnya sebetulnya sebagai pendukung dan pelengkap saja. Produsen dapat mempelajari strategi promosi yang paling efektif sesuai dengan perusahaan. Karena setiap perusahaan pasti mempunyai strategi yang berbeda-beda dalam melakukan promosi.
6. Tanggapi komplain pembeli dengan bijak dan serius
Pembeli komplain berarti ada masalah dengan mereka, entah pelayanan ataupun produk yang mereka beli. Tanggapi mereka dengan serius, karena selain memang mereka harus tahu, juga dengan perusahaan cepat menanggapi complain tersebut, maka mereka akan mersa diperhatikan.
7. Belajarlah mereka yang mempunyai produk penjualanya sebagai best seller
Hal ini sangat bermanfaat sekali, karena dengan belajar dari mereka, perusahaan akan tahu strategi menjualan mereka dan kenapa produknya bisa laris manis di pasaran. Kalau perlu, dicoba diterapkan strategi mereka pada produk yang perusahaan miliki. Dari kesuksesan mereka pun dapat dijadikan sebagai motivasi tersendiri demi kemajuan perusahaan.
8. Buat program affiliasi
Kenapa harus anda buat program afiliasi pada sistem penjualan? Karena dengan membuatkan sistem afiliasi, penjulan produk akan semakin mudah. selain untuk mengurangi pembajakan produk yang telah dibuat, secara tidak langsung perusahaan akan mendapatkan calon pembeli dari orang lain yang mengikuti program afiliasi tersebut. Sehingga penjualan anda akan cepat meningkat.
Mungkin tidak hanya itu yang dapat mendongkrak penjualan, tetapi masih banyak lagi strategi strategi yang dapat dilakukan demi meningkatkan penjualan. Dan biasanya strrategi-strategi yang matang lebih didukung dari adanya pengalaman-pengalaman sebelumnya.


Adapun enam kesalahan dalam penjualan
Pedoman tentang cara-cara penjualan yang efektif sangat penting bagi perusahaan karena akan memberikan arah untuk mencapai profit. Tanpa pedoman tersebut, besar kemungkinan akan terjadi kesalahan dalam hal penjualan. Gwyn Finnel, konsultan marketing senior Hoffman Marketing Communication di AS memberi pedoman tentang kesalahan yang terjadi pada penjualan. Setidaknya terdapat enam kesalahan umum pada aspek penjualan yang sering dialami perusahaan.
1. Salah Strategi Penjualan
Divisi Marketing umumnya membangun strategi penjualan tanpa masukan (input) dari Customer. Akibatnya, konsep penjualan berdiri sendiri dan tidak berkait dengan customer. Padahal yang namanya penjualan harus mengkaitkan customer sebagai target penjualan. Seyogyanya, konsep maupun aturan mengenai penjualan yang terangkum dalam strategi penjualan perusahaan mengkaitkan aspek customer, seperti mengapa customer membeli produk itu. Hal-hal fundamental yang menggerakkan customer mengkonsumsi produk menjadi pijakan bagi perusahaan untuk menetapkan strategi penjualan. Pengetahuan yang dalam tentang “jiwa” bisa dijadikan acuan utuk mendapatkan profit lewat penjualan yang sesuai dengan keinginan customer.
2. Tak Menguasai Peta Kompetisi
Peta kompetisi sangat penting dalam menyusun strategi penjualan. Pasalnya, perusahaan tidak berjalan sendiri. Selain dia, banyak perusahaan lain yang bergerak dalam bidang atau produk serupa sehingga kecendrungan terjadinya kompetisi (persaingan) bisnis menjadi tidak mungkin dihindari. Minimnya pemahaman perusahaan atas peta kompetisi menjadi penyebab utama anjloknya penjualan mereka. Karenanya, peta kompetisi menjadi sesuatu yang vital dan tidak boleh ditinggalkan saat kita menyusun strategi penjualan, antara lain menyangkut siapa perusahaan kompetitor, dimana posisi perusahaa kita, apa keunggulan dan kelemahan produk kita dibandingkan dengan kompetitor. Hal penting lainnya terkait dengan strategi kompetitor . Sangat baik jika anda mengetahui langkah strategi apa yang dilakukan kompetitior karena dengan begitu, anda bisa mengantisipasinya secara dini sebelum strategi kompetitor di respon pasar.
3. Kesalahan Motivasi
Motivasi, terutama bagi tenaga penjual (sales), memegang peran penting. Mereka biasanya dibayangi target yang harus tercapai sehingga mereka hanya terfokus pada produk-produk yang umum. Mereka akan patah semangat bila target tidak tercapai. Oleh karena ini, melengkapi tenaga penjual yang punya motivasi tinggi merupakan salah satu syarat untuk mencapai target penjualan yang ditetapkan karena mereka mampu menjalankan tugas, meski dibayangi target.
4. Lambat Merespon Prospek
Tenaga sales umumnya banyak yang tidak menguasai informasi tentang produk. Kondisi ini makin diperparah dengan tidak adanya upaya dari perusahaan untuk memberikan pedoman tentang produk sehingga yang dibutuhkan sales saat menghadapi customer seringkali tidak terpenuhi. Langkah yang diambil biasanya menunda, padahal punya prospek. Karenanya, perusahaan perlu membekali tenaga penjualnya dengan berbagai informasi (bila perlu pelatihan) tentang priduk sehingga informasi yang dibutuhkan customer saat itu juga bisa dipenuhi sehingga mereka bisa langsung merespon prospek.
5. Memakai Pesan Generik
Pesan Generik, maksudnya informasi atas suatu produk atau jasa hanya sekelumit tanpa penjelasan detail. Akibatnya, pemahaman customer tentang produk itupun hanya sedikit. Padahal, info yang dibutuhkan sangat banyak, seperti keunggulan produk, keunikan produk dibandingkan produk lain, serta aplikasinya. Semakin banyak informasi yang didapat customer, semakin banyak pula -kecendrungannya – animo customer untuk membeli.
6. Salah Menuliskan Pesan
Tenaga sales kerap mendapat complain dari customer menyangkut informasi yang ditulis sukar dipahami. Misalnya, tulisan terlampau banyak menggunakan istilah teknik sehingga tidak dimengerti customer. Suatu produk – baik keunggulan, keunikan maupun value lainnya - setelah divisi marketing menuangkan dalam sebuah tulisan (brosur, pamflet, spanduk dll) ataupun dalam bentuk gambar dan tulisan (iklan). Jika pesan yang ingin disampaikan kepada customer lewat tulisan atau iklan tersebut ternyata tidak sepenuhnya dipahami customer, maka hal itu akan memperkecil sasaran, dan pada akhirnya mempengaruhi penjualan. Seyogyanya, pesan disampaikan secara jelas dan lengkap sehingga customer bisa memahami secara mendalam tentang sebuah produk.
referralid=(yoRjQzIo4.' target="_blank">

from FB

Cari sepuasnya disini z

Custom Search