Faktor Sosial dan Budaya
Faktor sosial dan budaya dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi. Faktor sosial dan budaya antara lain sikap, tingkah laku, pandangan masyarakat, motivasi kerja, kelembagaan masyarakat, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan itu. Sebagai ilustrasi, pendidikan dan kebudayaan barat membawa pemikiran dan pandangan ke arah penalaran (reasoning), sikap skeptisisme, serta semangat menghasilkan penemuan baru dan pembaharuan, yang kesemuanya dapat menunjang pertumbuhan ekonomi. Kekuatan faktor ini menghasilkan perubahan pandangan, harapan dan nilai-nilai sosial.
Di negara-negara berkembang ada kalanya sikap dan tradisi sosial budaya tidak menunjang kemajuan dan perkembangan ekonomi. Mereka kebanyakan dipengaruhi oleh adat kebiasaan dan lebih menghargai waktu senggang, kesenangan, dan keikutsertaan pada pesta-pesta dan upacara keagamaan. Uang dihabiskan pada usaha-usaha yang bersifat nonekonomi. Pandangan budaya semacam ini menghalangi kemajuan dan menyebabkan lembaga sosial dan politik berada pada posisi terbelakang.
Faktor Politik dan Administrasi Pemerintahan
Faktor politik dan administrasi juga membantu pertumbuhan ekonomi modern. Menurut Prof. Lewis, “tindakan pemerintah memainkan peranan penting dalam merangsang dan mendorong kegiatan ekonomi”. Politik yang tidak stabil, baik di negara maju maupun di negara berkembang adalah faktor penghambat kelancaran pembangunan dan kemajuan ekonomi. Perdamaian, keamanan, dan kestabilan telah mendorong perkembangan kewiraswastaan di negara maju, di samping kebijaksanaan fiskal dan moneter yang diterapkan secara tepat oleh pemerintah.
Bagi negara-negara berkembang situasi politik yang tidak stabil merupakan faktor penghambat pembangunan ekonomi. Administrasi yang kuat, efisien, dan tidak korup amat penting bagi pembangunan ekonomi.
Dengan demikian kebijakan dan tindakan pemerintah yang tepat memainkan peranan yang penting dalam merangsang atau mendorong kemajuan ekonomi. Stabilitas pemerintahan, ekonomi moneter, kemajuan teknologi, mobilitas faktor dan pasar yang luas akan merangsang usaha dan inisiatif kegiatan produktif, khususnya mendorong berkembangnya kewiraswastaan yang sangat besar peranannya bagi pertumbuhan dan kemajuan ekonomi.
Faktor Manusia
Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Peningkatan GNP per kapita berkaitan erat dengan pengembangan faktor manusia sebagaimana terlihat dalam peningkatan efisiensi dan produktivitas. Inilah yang oleh ahli ekonomi modern disebut pembentukan modal insani, yaitu proses peningkatan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan seluruh penduduk negara yang bersangkutan.
Jumlah penduduk yang meningkat pesat merupakan penghambat bagi pembangunan ekonomi negara-negara berkembang. Dengan pendapatan per kapita dan pembentukan modal yang rendah maka sulit bagi negara berkembang untuk menopang ledakan penduduknya. Walaupun output meningkat sebagai hasil teknologi yang lebih baik dan pembentukan modal, namun peningkatan ini ditelan oleh kenaikan jumlah penduduk. Pada akhirnya, tidak ada perbaikan dalam laju pertumbuhan nyata perekonomian.
Susunan dan Tertib Hukum
Susunan dan tertib hukum serta pelaksanaan hukum dan peraturan perundang-undangan yang keliru sering kali menghambat kemajuan ekonomi di negara-negara berkembang. Kondisi ini tentu saja tidak mendukung kegairahan usaha dan kegiatan ekonomi dalam masyarakat sehingga tidak mendukung terlaksananya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Karena itu, hukum harus dilaksanakan secara tertib dan konsekuen yang ditujukan untuk menunjang pembangunan, yang meliputi hal-hal berikut ini.
- Hukum harus diterapkan secara objektif, jujur serta adil terhadap semua orang tanpa kecuali.
- Hukum harus melindungi hak milik seseorang atau masyarakat, tidak ada perampasan hak milik secara sewenang-wenang.
- Hukum-hukum ciptaan kolonial perlu ditinjau kembali apakah masih sesuai atau tidak dengan kondisi saat ini.
- Monopoli dan oligopoli harus diatur dan dikendalikan berdasarkan hukum yang tegas.
- Hak cipta dan hak paten harus dilindungi menurut peraturan perundang-undangan yang tegas dan tertib
- Pengetahuan dan kesadaran hukum masyarakat perlu ditingkatkan dengan jalan mengadakan bimbingan dan penyuluhan hukum.
Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi
Sejarah Singkat Hukum dan Pembangunan
Hukum dan pembangunan itu adalah terjemahan dari Law and Development, yang mulai berkembang di Amerika Serikat sesudah perang dunia kedua. Jika merunut pada pengertian yang dikembangkan di Amerika khususnya yang berhubungan dengan organisasi United States Agency for Interantional Development (USAID) dan lembaga seperti Ford Foundation atau Rockefeller Foundation, maka perkembangan hukum dan pembangunan dapat dibaca dari upaya lembaga-lembaga ini dalam mempengaruhi dan memperkenalkan kepada negara-negara berkembang dalam melakukan pembangunan ekonomi dan pembangunan infrastruktur.[2]
Hal ini dimulai dengan melakukan pengiriman dan reseach oleh ahli hukum dari Amerika. Bahkan pada tahun 1966 Kongres Amerika mengundangkan “Foreign Asistence Act of 1966” untuk membantu Negara-negara berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin memperbaharui dan memperkuat system hukum.[3] Pengiriman para ahli hukum Amerika ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari agenda bantuan. Hal ini dapat dilihat secara nyata dari besarnya bantuan keuangan yang dianggarkan, dimana untuk Afrika misalnya diperkirakan sebesar US $ 15 juta dan sebesar US $ 5 juta.[4] Biaya yang besar ini dikeluarkan karena ada anggapan bahwa modernisasi hukum pada negara-negara yang baru itu sangat diperlukan dan hukum yang modern itu diperlukan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa hukum yang modern itu akan memberi pengaruh pada pembangunan ekonomi, karena hukum yang modern itu memberikan fasilitas dan ruang pada perencanaan ekonomi sebab hukum yang modern itu sebagai sarana yang tepat untuk membangun masyarakat.[5]
Rasio dari perlunya hukum yang modern dalam pembangunan karena pada hukum modern mempunyai ciri-ciri antara lain, pertama, aturan diterapkan dengan cara yang tidak berbeda; kedua, perundang-undangan bersifat transaksional; ketiga norma hukum modern bersifat universal; keempat, sistem hukum bersifat hirarkis; kelima, sistem hukum diatur secara birokratis; keenam, sistem hukum bersifat rasional; ketujuh, sistem hukum dijalankan oleh para ahli hukum; kedelapan, sistem hukum bersifat tehnis dan komplek; kesembilan sistem hukum dapat diubah; kesepuluh, sistem ini bersifat politik; dan kesebelas, tugas membuat dan menerapkan undang dilakukan oleh pihak yang berbeda.[6]
Bantuan mengembangkan hukum dan pembangunan ekonomi ini, diberikan oleh Amerika Serikat kepada banyak negara. Bahkan di Indonesia pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an ketika mulai direncanakan pembangunan nasional oleh pemerintah, “bantuan ahli hukum” atau ahli hukum yang diperbantukan kepada Departemen tertentu atau membantu di kantor hukum tertentu atau ahli hukum tertentu.[7] Kondisi ini sempat menjadi salah satu bahan gosip dikalangan praktisi hukum di Jakarta. Gossip dan kecurigaan terhadap ahli hukum dari Amerika yang merugikan pihak Indonesia ini misalnya dalam penyusuan kontrak awal antara Pertamina dan perusahaan-perusahaan minyak Amerika, bahkan kontrak antara Pemerintah dengan PT Freeport[8] yang dianggap sangat merugikan pihak Indonesia dicurigai sebagai bentuk akal-akalan dari para ahli hukum Amerika yang selama ini banyak memberikan bantuan kepada pemerintah Indonesia.[9]
Buku John Perkins, Confessions of an Economic Hit Man,[10] bisa menjadi salah satu sumber akurat yang menceritakan betapa “kotornya” maksud dan tujuan bantuan yang diberikan Amerika terhadap Indonesia. Fakta yang kasat mata dan merugikan pihak Indonesia adalah kontrak listrik swasta yang dibuat antara perusahaan Amerika dan Perusahaan Listrik Negara, yang pernah digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa tahun lalu.[11]
Terlepas dari niat tersembunyi dari Amerika Serikat, yang pasti cukup banyak staf pengajar dari Universitas terkemuka di Indonesia yang diberi bea siswa untuk belajar pada universitas-universitas terkenal di Amerika, begitu juga cukup banyak ahli hukum Indonesia yang mendapat kesempatan belajar dari para hali hukum Amerika tersebut. Bahkan kehadiran para ahli hukum dari Amerika ini cukup banyak membantu perkembangan praktisi hukum dibidang non litigasi, atau yang biasa dikenal dengan sebutan dibidang corporate.[12]
Peranan Ahli Hukum dalam Pembangunan
Peranan ahli hukum dalam pembangunan ekonomi mempunyai kedudukan yang sentral. Keberadaan ahli hukum adalah untuk memberikan perlindungan dari kesalahan dalam penyusunan undang-undang atau peraturan yang dibuat, tidak terbatas pada kesalahan tehnis, tetapi juga kesalahan filosofis. Keahlian para ahli hukum ini diperlukan terutama pada kegiatan merancangan undang-undang tertentu, seperti undang-undang bidang politik, hak azasi manusia, perdagangan dan lain-lain.
Dalam tradisi Barat peranan ahli hukum itu sangat penting, sebagaimana dikatakan oleh Wolfgang G. Friedman, dalam tradisi Barat, ahli hukum telah menyumbangkan sesuatu pada perkembangan sistem hukum, dan dengan demikian turut serta dalam mengembangkan masyarakat, terutama sebagai hakim, pembela dan sarjana. Ahli hukum juga memberikan perhatian terhadap perubahan legislatif – sebagai anggota komite perubahan hukum,…..sebagai ahli pada departemen pemerintah, atau sebagai perancang di parlemen”.[13]
Seperti juga dicatat oleh Friedman[14] bahwa peranan ahli hukum di Amerika sejak awal kemerdekaan sangat dominan, misalnya 40 orang dari 61 anggota Kongres adalah ahli hukum. Banyak Presiden pada awalnya adalah ahli hukum, dan sebelum menjadi Presiden berpraktik sebagai penasehat hukum, bahkan menurut catatannya pada masa pemerintahan Presiden Clinton 75 % anggota Kabinet adalah ahli hukum yang pernah berpraktik sebagai penasihat hukum.
Menurut Friedman, kondisi ini bukan kebetulan tetapi adalah satu keniscayaan, sebab urusan penasihat hukum erat kaitannya dengan urusan pemerintah. Pemerintah membuat dan mengatur hukum dan hukum diketahui oleh penesihat hukum.
Hal tersebut agak berbeda dengan keadaan di Indonesia. Kalau kita lakukan survei secara sederhana, peranan ahli hukum selama pemerintahan Orde Baru lebih banyak sebagai pelengkap penderita, Jaksa Agung cukup lama dan secara bergantian dijabat oleh tentara,[15] Menteri Kehakiman tentara, bahkan Ketua Mahkamah Agung juga pernah dijabat oleh tentara.
Semua departemen selalu ada bagian hukum, begitu juga pada hampir semua perusahaan swasta atau BUMN selalu ada bagian hukum, tetapi bagian hukum tampak muram dan tidak mampu mendukung kebutuhan departemen atau perusahaan dalam menangni masalah hukum. Sehingga sekali lagi bagian hukum itu hanya sebagai pemantas, para ahli hukum dikantor-kantor pemerintah atau perusahaan swasta tidak pernah mendapat posisi sebagai pihak yang memberikan pertimbangan akhir.
Para ahli hukum di pemerintahan atau di lembaga swasta, sebagian besar hanya pelengkap, terutama dalam melakukan dokumentasi, tidak akan diminta sebagai pemberi pertimbangan akhir dalam pengambilan keputusan. Bahkan tidak jarang dalam praktik, para ahli hukum itu hanya bertugas menyusun kalimat dalam membuat perjanjian. Isi perjanjian sudah disetujui dan tidak melibatkan ahli hukum, atau dalam istilah yang biasa digunakan “masalah komersial” sudah selesai, yang belum selesai adalah perjanjian secara tertulis.
Tidak ikutsertanya para hali hukum ini, mungkin karena ahli hukum dianggap tidak perlu terlibat, sebab kalau mereka terlibat dalam melakukan negosiasi mereka tidak jarang ketakutan berlebihan, atau mungkin juga karena ahli hukum yang ada dianggap tidak mempunyai kemampuan untuk berunding, karena pengetahuan tehnisnya tentang masalah yang dirundingkan tidak memadai. Atau mungkin juga seperti kritik yang ditemui dalam penelitian yang dilakukan oleh Bappenas dengan bantuan World Bank, bahwa sarjana hukum sekarang ini tidak mempunyai kemampuan menulis secara logis dan konsisten suatu opini hukum atau memorandum hukum.[16] Atau mungkin juga keberadaan ahli hukum yang terkesampingkan ini berhubungan dengan ucapan Bung Karno yang sangat terkenal bahwa “met de juristen kunnen wij geen revolutie maken”, dengan sarjana hukum kita tidak bisa membuat revolusi.[17]
Perbedaan Iklim
Adalah suatu kenyataan bahwa hampir semua negara maju berada di daerah beriklim sedang. Sedangkan hampir semua negara berkembang terletak di daerah beriklim tropis dan subtropis. Jadi faktor iklim dapat menimbulkan kesulitan tertentu baik langsung maupun tidak langsung dalam proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Faktor iklim yang jelas mempengaruhi secara langsung kepada kondisi produksi pada umumnya adalah cuaca/iklim yang sangat panas dan kelembaban di sebagian besar negara-negara miskin, yang menyebabkan mutu tanah bertambah jelek dan depresiasi benda-benda alam yang cepat. Keadaan ini dapat menyebabkan rendahnya produktivitas hasil pertanian tertentu, lambatnya pertumbuhan regenerasi hutan dan terganggunya kesehatan binatang.
Aspek Ideologi
Ideologi dapat dipahami dalam beberapa pengertian. Pertama, ideologi diartikan sebagai philosophy dan pandangan hidup manusia. Kedua, ideologi diartikan sebagai pengetahuan yang berguna dalam perubahan sosial. Ketiga, ideologi diartikan sebagai sesuatu yang dipercayai dan dapat memberikan orientasi. Keempat, ideologi diartikan sebagai produk intelektual yang didalamnya terdapat nilai moral, pandangan terhadap masyarakat yang baik, systematic to believe, dan rencana strategis untuk masa depan.
Pembangunan politik secara singkat dapat diartikan sebagai proses membentuk pemerintahan yang sesuai aspirasi rakyat. Dalam buku Pembangunan Politik Dan Perubahan Politik, Lucian W Pye menulis bahwa pembangunan politik merupakan salah satu indikator dari proses perubahan sosial yang multi dimensional. Menurutnya,
Kebutuhan nyata akan asumsi-asumsi teoritis yang dapat dipakai sebagai pedoman pemilihan bidang-bidang yang harus dimasukan dalam indeks pengukur pembangunan erat berhubungan dengan segi-segi lain dari perubahan sosial dan konomi. Hal ini tak dapat dibantah, sebab bidang apapun yang relevan dalam menjelaskan kekuatan potensial suatu bangsa harus mencerminkan keadaan ekonomi dan ketertiban sosialnya. Mungkin dapat diajukan argumen bahwa adalah tidak perlu dan tidak pantas berusaha memisahkan sama sekali pembangunan politik dari bentuk-bentuk lain dari pembangunan. Meskipun dalam batas-batas tertentu bidang politik dapat berdiri otonom dari masyarakat luas, pembangunan politik jangka panjang hanya dapat berjalan dalam proses sosial yang multi dimensional, dalam mana tiada satu pun dari sektor masyarakat dapat tertinggal jauh (Lucian W Pye :Pembangunan Politik Dan Perubahan Politik).
Dari tulisan Lucian W Pye diatas, dapat dipahami bahwa bentuk pembangunan politik di suatu negara erat kaitannya dengan proses-proses perubahan sosial dan pembangunan ekonomi. Selain itu pembangunan politik juga erat kaitannya dengan pembangunan negara (state building) dan pembangunan karakter bangsa (nation buliding.
Dalam konteks nation buliding, karakter suatu bangsa dapat dibangun dengan adanya ideologi. Ideologi suatu negara pada akhirnya berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dan dilaksanakan oleh pemerintah.